Dia Desember, Tapi Bukan Milik-ku

Jatuh cinta memang indah, bahkan saking indahnya membuat seseorang bisa dengan mudahnya membuat kopi yang pahit menjadi manis. Setidaknya itu yang aku rasakan saat bertemu dengan Desember.

Desember tidak terlalu famous di SMA, tapi dia manis dengan gayanya yang terkesan maskulin. Padahal kalau di depan orang-orang yang kenal dia, hm kelakuannya bobrok. Tapi asal kalian tahu, itu yang kusuka dari seorang Desember, kebobrokannya, kehumorisannya yang tingkat dewa, dan masih banyak hal yang akan menjadi panjang jika ku ceritakan di sini. Desember itu manusia yang selalu tiup lilin di akhir tahun dengan mata minimalis dan parfum wangi yang selalu menjadi ciri khasnya. Entah sudah berapa purnama ku lewatkan tanpa mencium aroma parfum itu. Sampai sekarang aku belum pernah menemukan laki-laki dengan aroma parfum seperti dia. Tapi, aku mencintainya bukan soal parfumnya dan jika kalian tanya apa yang aku suka dari Desember, aku pun tidak bisa menjawabnya.

Ingat nggak kalau kata orang, alasan mencintai seseorang itu tidak ada. Kalau kamu mencintai seseorang karena sesuatu berarti kamu tidak benar-benar mencintai orang itu. Bukan berarti aku tidak punya alasan agar dibilang benar-benar mencintai ya, sumpah demi drama China yang pernah membuatku terbang, aku sungguh mencintai Desember. Sekilas memang rasa cintaku tidak nampak, bahkan nggak tembus pandang. Orang-orang, bahkan Desember sekalipun tidak mengetahui apa yang sedang aku rasakan sebenarnya. Tiga tahun berada di titik itu-itu saja memang membuatku agak bosan, tapi aku cenderung sabar bukannya malah pergi dan berhenti. Tidak bilang pada Desember bukanlah hal yang aku inginkan, itu adalah wujud keterpaksaan karena beberapa faktor yang aku pikir itu penghambat kalau dipaksakan.

Aku tidak tahu isi hatinya, aku tidak tahu apa yang Ia inginkan, jadi aku ingin mempersiapkan segala hal buruk yang nantinya mungkin akan terjadi dan mengaduk perasaanku. Istilahnya sedia payung sebelum hujan, aku juga tidak takut akan penolakan. Aku hanya takut atas hukum tidak lagi berteman, saat ini boleh dikatakan aku denganya adalah teman baik. Lalu bagaimana jadinya jika hanya karena perasaan yang bertepuk sebelah tangan, kita menjadi saling bermusuhan. Aku masih ingin berteman dengan Desember, seenggaknya dengan itu aku bisa melihatnya, bercengkrama dengannya, atau bahkan saling membantu urusan apapun itu. Jadi sampai saat ini aku percaya jika ada kalimat yang menyatakan cinta tak harus memiliki karena itu yang sedang aku praktekan dalam kehidupanku yang serba apa adanya ini.

Penulis : Indah Suryaningsih

Editor: Almira Felicia Anjar

Related Post

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: