STOP DISKRIMINASI USIA!

STOP DISKRIMINASI USIA!

Sadar atau tidak, masyarakat kita sering memandang seseorang berdasarkan usia. Banyak diskriminasi dan prasangka terhadap hal ini. Pernahkan kamu memberikan ide namun ditolak hanya karena umurmu yang paling muda? Nah, hal seperti itulah salah satu bentuk dari diskriminasi usia yang dikenal dengan istilah ageism.

Ageism pertama kali digagas oleh seorang psikiater Amerika Serikat, Robert Neil Butler. Dalam wawancara dengan The Washington Post, ia mengomentari proyek perumahan bagi lansia. Menurutnya, proyek tersebut diskriminatif karena akan menempatkan dan mengeksklusikan mereka dari publik.

Ageism dikategorikan dalam tiga bentuk. Pertama merupakan Institutional Ageism, diskriminasi ini mengarah ke kebijakan sebuah institusi, seperti pembatasan usia maksimal bagi pelamar kerja. Kedua adalah Interpersonal Ageism, sebuah diskriminasi yang terjadi dalam interaksi sosial. Dan yang ketiga yaitu Internalized ageism, diskriminasi dimana tanpa sadar kita sendiri mempercayai dan mempraktikannya pada diri sendiri dan orang lain.

Ageism ini menyerang lebih banyak lansia. Bagaimana tidak? Lansia yang ingin memulai perjalanan meraih cita-cita harus rela berhenti karena masyarakat meminta untuk memberi ruang bagi yang muda. Lansia juga digambarkan sebagai kelompok yang renta dan tak berdaya. Penggambaran semacam ini memberikan pesan seakan-akan kehidupan telah selesai begitu mencapai usia lanjut. Tak ada waktu bagi lansia untuk belajar hal baru atau melakukan hal-hal yang mereka sukai.

Tak kalah diskriminatif, usia muda juga sangat merasakan dampaknya. Salah satunya adalah usia muda yang kerap dianggap sebagai momen terbaik dalam hidup. Dan di momen inilah seseorang bisa mencapai segalanya.

Hal ini sangat menyakitkan karena akan banyak kaum muda yang belum bisa mencapai hal-hal hebat ataupun menggapai impian langsung merasa gagal dan putus asa. Mereka seakan diburu waktu. Padahal, mereka tidak harus mencapainya di usia muda. Banyak waktu untuk terus belajar dan memulai banyak hal.

Kaum milenial dan generasi Z juga mengalami diskrimansi yang lebih buruk dari generasi sebelumnya karena mereka kerap dianggap sebagai kaum yang malas, manja kurang sopan santun atau bahkan radikal.

Selain diskriminasi pada ras dan gender, diskriminasi masyarakat pada usia juga menyulitkan. Mereka seakan memberi batasan kapan seseorang harus belajar, kapan diberlakukan dengan hormat, kapan diikutsertakan dalam kegiatan public, dan hal-hal yang lainnya.

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden saja menjabat di usia 78 tahun. Kolonel Sanders, pendiri waralaba ayam goreng legendaris KFC, mengaktifkan bisnisnya di usia 65 tahun. Jadi, masyarakat harus berhenti membuat pengumuman mencari pekerja dengan batasan usia tertentu, berhenti memandang aneh pada seorang usia lanjut yang mengambil kelas sarjana, atau kepada manusia usia pertengahan 30 tahun yang masih melajang dan menikmati hobinya.

Hidup tidak hanya didapat di usia 25 tahun, hidup tidak memiliki perhentian usia. Kita dapat memulai perjalanan dari usia kapanpun.

So, we have our own time.

Penulis: Maharani Sabila

Sumber: cxomedia.id

Editor: Katarina Setiawan

Related Post

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: