Isu Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT): Pendidikan Tinggi Adalah Kebutuhan Tersier?

Isu Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT): Pendidikan Tinggi Adalah Kebutuhan Tersier?

Belakangan ini, banyak mahasiswa melakukan aksi demonstrasi terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa universitas di Indonesia, seperti Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Riau (Unri), dan Universitas  Gadjah Mada (UGM).

Aksi pertama merupakan demonstrasi mahasiswa Unhas yang dilakukan pada Kamis, 2 Februari 2024 dan aksi kedua  dilakukan pada Kamis, 9 Februari 2024. Pihak aliansi mahasiswa Unhas yang berkumpul di depan rektorat melakukan aksi orasi mulai pada pukul 15.25 WITA dan menunggu kedatangan Rektor Unhas Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, M.Si. Namun, hingga 17.45 WITA keduanya tidak bertemu dan akhirnya  aksi massa menarik diri dari titik api (rektorat Unhas) pada 17.56 WITA. Aksi ini menuntut Rektor Unhas untuk segera menerbitkan Surat Keputusan Rektor tentang perpanjangan UKT dan penyesuaian UKT.

Aksi serupa juga dilakukan oleh mahasiswa Unsoed pada Jumat dan Senin tanggal 26 & 29 April 2024. Aksi demonstrasi  kenaikan UKT tersebut terus berlanjut hingga puncaknya pada bulan mei 2024. Aksi pada bulan Mei diawali oleh mahasiswa Unnes di depan Gedung Rektorat pada Selasa, 7 Mei 2024 dengan aksi memakai almamater dan memasang spanduk protes di sekitar rektorat. Massa juga bergantian melakukan orasi bergantian di area pintu masuk gedung tersebut. Wakil Ketua BEM KM Unnes, Khafidz Baihaqi menyebut tuntutan utama mereka ialah agar kenaikan IPI untuk mahasiswa baru dibatalkan. Menanggapi aksi tersebut, Wakil Rektor 1 Prof. Zaenuri yang sempat menemui mahasiswa enggan berkomentar saat diwawancarai wartawan.

Sebelumnya, Kemendikbudristek telah menyatakan bahwa UKT tidak mengalami kenaikan, melainkan terdapat penambahan kelompok UKT di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie menuturkan penambahan kelompok UKT itu dilakukan oleh beberapa PTN untuk memberikan fasilitas pada mahasiswa dari keluarga mampu. 

“Jadi bukan menaikkan UKT, tapi menambahkan kelompok UKT menjadi lebih banyak karena untuk memberikan fasilitas kepada mahasiswa-mahasiswa dari keluarga yang mampu,” jelas Sri.

Pemerintah telah mengatur bahwa di setiap PTN wajib ada UKT golongan satu dan dua minimal sebanyak 20 untuk menjamin masyarakat yang tidak mampu tetap mendapat mengakses pendidikan tinggi berkualitas.

Namun, aksi demonstrasi tersebut terus berlanjut. Pada Senin, 13 Mei 2024 mahasiswa UNS melakukan aksi demo yang sehari setelahnya pada Selasa, 14 Mei 2024 Unri juga melakukan aksi serupa. Aksi demo mahasiswa UNS tidak mendapat tanggapan apapun dari pihak kampus sehingga Presiden Mahasiswa UNS, Agung Lukita Pradita bersama Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) datang ke Komisi X DPR RI, salah satu tujuannya untuk memperjuangkan hak-hak terkait biaya UKT dan IPI (Iuran Pembangunan Institusi).

Isu kenaikan UKT semakin hangat dibicarakan. Terkait hal tersebut, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Sesditjen Dikti Ristek) Kemedikbudristek, Tjitjik Srie Tjahjandarie, mengatakan kenaikan UKT di sejumlah universitas adalah hal wajar.

Dalam kesempatan itu, Tjitjik juga menjelaskan bahwa pendidikan tinggi tidak masuk kategori pendidikan yang masuk program wajib belajar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, ia menyebut lulusan SMA tidak wajib melanjutkan kuliah atau masuk perguruan tinggi.

“Tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar,” ujar Tjitjik.

Kata dia, konsekuensi dari tidak masuknya pendidikan tinggi dalam program wajib belajar adalah pendanaan dari pemerintah.

“Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan. Siapa yang ingin mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib.Sehingga bagaimana untuk pendidikan tinggi? Pemerintah memberikan tetap bertanggung jawab, tapi  dalam bentuk Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri yang kita sebut dengan BOPTN,” tuturnya. Pernyataan Tjitjik ini disampaikan dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri di kantor Kemendikbudristek, Jakarta Pusat pada Rabu, 15 Mei 2024.

Pernyataan Tjitjik tentang pendidikan tinggi adalah tertiary education atau kebutuhan tersier mengundang banyak kontroversi dari berbagai pihak. Dalam rapat kerja (raker) Komisi X DPR bersama Mendikbudristek. Pada raker tersebut, beberapa Wakil Ketua Komisi X DPR RI, seperti Dede Yusuf dan Abdul Fikri Faqih menyinggung tentang pernyataan tersebut. Dirjen Dikti lantas menjawab bahwa pendidikan adalah hal yang utama dan pihaknya akan terus meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

“Terkait dengan tersier, kami juga memahami bahwa ini terus terang kita akan coba memanfaatkan bahwa pendidikan ini adalah sesuatu yang utama sehingga kita bisa terus meningkatkan dari sisi kualitas sumber daya manusia Indonesia ke depan,” imbuhnya.

Menanggapi aspirasi tentang kenaikan UKT,  pada Kamis, 16 Mei 2024, Komisi X DPR RI menggelar rapat dengan aliansi BEM SI yang memiliki agenda yaitu penyampaian aspirasi terkait kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang ramai dibicarakan beberapa bulan terakhir. Komisi X DPR RI juga membentuk Panja (Panitia Kerja) terkait biaya kenaikan UKT. Upaya mendesak serta mengawasi pemerintah untuk menyelesaikan isu biaya kuliah mahal ini  akan mengundang pihak-pihak terkait, seperti penyelenggara pendidikan, pengamat pendidikan, dan pelaksana pendidikan,  serta menghadirkan para mahasiswa, guru, orang tua  mahasiswa, dan pemerintah daerah (Pemda). Dari sisi pemerintahan, selain Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Panja juga akan menghadirkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf menuturkan bahwa Panja akan membahas apakah anggaran pendidikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN sudah tepat sasaran atau mungkin sebenarnya masih belum sesuai harapan. Adapun soal Kemenkeu dan Kemendagri turut dihadirkan, karena menyangkut transfer daerah.


Pada Senin, 27 Mei 2024 Nadiem Makarim mengumumkan tentang pembatalan kenaikan UKT untuk tahun ajaran 2024-2025 di perguruan tinggi negeri, termasuk yang berbadan hukum atau PTNBH setelah pertemuannya dengan Presiden RI. Nadiem mengklaim, alasan pembatalan UKT di perguruan tinggi ialah setelah mendengar aspirasi mahasiswa, keluarga dan masyarakat. Sehingga, pada pekan lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalukan koordinasi kembali dengan para rektor guna membahas rencana pembatalan kenaikan UKT. Nadiem akan memastikan, kalaupun ada kenaikan UKT itu harus berdasarkan asas keadilan dan kewajaran. Dia berterima kasih kepada masyarakat hingga rektor yang telah memberikan masukan.

Menanggapi keputusan tersebut, Presiden BEM UNS, Agung Lucky Pradita menyatakan akan melakukan pengawalan hingga realisasi pernyataan Nadiem Makarim benar-benar terjadi. Pihaknya juga akan mengawal Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 untuk segera dicabut.  Menurutnya, bukan hanya UKT, kenaikan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) juga harus dibatalkan.

Penulis: Shazia Mirza

Sumber referensi: detik.com, ebsfmunhas.com, solo.tribunnews.com, kompas.com, rctiplus.com, nasional.tempo.co

Sumber gambar: Tempo, Kumparan, Kemdikbud RI

Editor: Rahma Fadila Rahayu

Related Post

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: