Peringatan Hari Pers Nasional, Serangan Terhadap Jurnalis Hingga Pelanggaran Kode Etik

Peringatan Hari Pers Nasional, Serangan Terhadap Jurnalis Hingga Pelanggaran Kode Etik

Peringatan Hari Pers Nasional

Hari Pers Nasional diperingati setiap tanggal 9 Februari bertepatan dengan Hari Persatuan Wartawan Indonesia. Peringatan Hari Pers diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 5 Tahun 1985. Hari Pers tercipta dari tokoh-tokoh pers dalam memperingati kehadiran dan peran pers nasional.

Peringatan Hari Pers Nasional 2023 diselenggarakan di kota Medan, Sumatra Utara yang mengusung tema “Pers Merdeka Demokrasi Bermartabat”. Acara ini juga akan dihadiri langsung oleh Presiden Jokowi setelah dua tahun sebelumnya menghadiri secara online.

Sebelumnya Jokowi telah menerima kedatangan Dewan Pers di Istana Merdeka, Jakarta pada Senin, 6 Februari 2023. Di pertemuan tersebut, Jokowi menekankan pentingnya kebebasan pers yang bertanggung jawab berdasarkan prinsip-prinsip dan etika jurnalistik.

Menyangkut kebebasan pers, lantas bagaimana dengan ironi tentang intimidasi yang sering didapatkan jurnalis?

Dua jurnalis mengalami intimidasi saat meliput kasus penembakan di kediaman Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdi Sambo. Sebelumnya, intimidasi juga didapat oleh jurnalis saat meliput konflik di desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Selain intimidasi, teror peretasan juga dialami redaksi Narasi TV pada September 2022. Adanya kasus-kasus ini mengkhawatirkan akan adanya target-target yang berusaha menyerang kebebasan pers.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengungkap sebanyak 61 kasus serangan terhadap jurnalis sepanjang tahun 2022. Namun hanya 16 kasus yang dilaporkan ke kepolisian. Bentuknya berupa serangan digital, perusakan alat kerja, kekerasan verbal, kekerasan berbasis gender, penangkapan dan pelaporan pidana, serta penyensoran.

Menurut Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas menyatakan bahwa, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.”

Ika Ningtyas selaku Sekretaris Jendral AJI mengungkapkan bahwa serangan yang meningkat, regulasi atau undang-undang yang semakin membatasi, ini semua terkait erat dengan melemahnya demokrasi di Indonesia dan menguatnya otoritarianisme.

Melansir dari Kompas, sebanyak 24 kasus kekerasan terhadap jurnalis melibatkan pelaku dari polisi, TNI, dan aparat pemerintah. Sementara 20 kasus melibatkan pelaku dari organisasi masyarakat, partai politik, perusahaan, dan warga. Adapun 17 kasus lainnya belum teridentifikasi pelakunya. Adapun serangan berbasis gender juga masih menghantui jurnalis perempuan.

Menilik laporan yang diterima AJI membuktikan lemahnya perlindungan bagi jurnalis. Walaupun Dewan Pers dan Polri telah memiliki nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama tentang perlindungan kebebasan pers, sosialisasi secara menyeluruh terhadap jajaran kepolisian akan hal itu dinilai masih minim.

Amnesty.id menyebutkan bahwa kebebasan pers merupakan hal yang penting untuk menjamin pemenuhan hak atas informasi. Berulangnya intimidasi yang didapat jurnalis terutama yang meliput isu-isu sensitif dan kontroversial menunjukkan negara yang tidak kunjung serius memberikan perlindungan bagi mereka. Keselamatan jurnalis ini harus dapat diwujudkan secara nyata bukan hanya omong kosong belaka.

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik (KEJ) adalah bentuk upaya untuk mengurangi kerentanan jurnalis mendapatkan ancaman ataupun kekerasan. Akan tetapi, pelanggaran kode etik jurnalis masih sering terjadi.

Laporan dari AJI menyebutkan bahwa Brigita Manohara menerima uang sebagai apresiasi atas profesinya, yaitu presenter dan konsultan komunikasi dari pelaku tersangka korupsi, Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak. Uang atau hadiah apapun dari narasumber untuk jurnalis ini menyalahi kode etik karena dapat memengaruhi independensi jurnalis.

Pelanggaran KEJ masih sering terjadi terutama pada media daring. Aneka click bait sering memicu media daring menabrak etika demi mengejar traffic. Situs web, menarik pembaca untuk membuka sebanyak-banyaknya sehingga pengiklan akan semakin meningkat. Situs web semacam ini hanya mengejar pendapatan bukan menyajikan konten yang bermakna.

Click bait ini dapat berakibat fatal karena kerap mengarah ke informasi hoaks, apalagi jika pembaca hanya membaca berita utamanya saja tanpa membaca secara menyeluruh.

Sehingga kode etik ini harus diterapkan dengan baik oleh jurnalis karena dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat akan informasi yang didapat. Kode etik berfungsi sebagai kunci bagi jurnalis untuk mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari publik.

Penulis: Maharani Sabila

Sumber: Kompas.com, Detik.com, dan Amnesty.id

Sumber gambar: dw.com

Editor: Katarina Setiawan

Related Post

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: