Mengenal Sosok Abdul Syukur, Dekan FIK Udinus

Mengenal Sosok Abdul Syukur, Dekan FIK Udinus

Dr. Abdul Syukur M. M. merupakan dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), dosen S1 Sistem Infromasi dan S2 Decision Support System Magister Teknik Informatika. Pria berumur hampir 56 tahun ini lahir di Semarang, 24 April 1967. Beliau ikut merintis dan berkerja di Udinus sejak tahun 1992, yang saat itu mahasiswanya masih 237 orang.

Memulai pendidikan sekolah dasar di kampungnya di Karangrejo, berlanjut ke SMP 5 Semarang, lalu SMA 1 Semarang, kemudian mendapat gelar S1 pada tahun 1992 di Universitas Diponegoro program studi matematika, hingga S2 program studi Ekonomi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dan menyelesaikan jenjang Pendidikan tertinggi pada S3 program studi Ekonomi di Universitas Merdeka Malang. Beliau melakukan banyak research dan penelitian dalam kajian-kajian Sistem Informasi.

Bapak tiga anak ini tengah ikut mengawal perubahan akreditasi beberapa program studi Udinus menjadi lebih tinggi (unggul) dan bersama petinggi lainnya merencanakan strategi agar beberapa tahun kemudian, Udinus mendapat title Excellent University dan World Class University. Selain itu juga mengusahakan dan mencanangkan agar Udinus lebih berkembang dan memiliki Fakultas Kedokteran serta Hukum di masa mendatang.

Prinsip yang dimiliki Abdul Syukur adalah berbuatlah dengan baik, berikhtiarlah dengan benar, maka hasil tidak akan mengingkari sebuah proses. Baginya, penting untuk belajar, berusaha, dan mengoptimalkan kemungkinan yang ada, yaitu mencari probabilitas terbesar dan tidak mengandalkan keberuntungan. Menurut pria yang memiliki hobi naik motor/riding ini, tidak ada sesuatu yang instan, semua hal pasti terdapat proses yang harus dijalani dan ditekuni untuk menjadi lebih baik.

“Mulailah kita berpikir atau mulailah kita itu mengedepankan proses. Input apapun kalau kita proses dengan benar akan menghasilkan hasil yang baik dan tidak mengecewakan.” Pesannya.

Abdul Syukur juga mengatakan untuk tidak boleh mem-benchmark atau membandingkan diri kita dengan orang lain sebagai tolak ukur. Misalnya orang lain mampu menyelesaikan pekerjaannya dalam semalam, bila kita memang memiliki kompetensi lebih, kita dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut lebih cepat. Namun, apabila kompetensi yang kita miliki kurang, jangan terlalu memaksakan diri sampai akhirnya malah hasilnya kurang maksimal yang dapat menyebabkan putus asa dan rasa kelelahan atau sakit baik secara jasmani maupun mentalitas.

Penulis: Katarina Setiawan

Gambar: Aninda Ratna

Editor: Mayang Luh Jinggan

Related Post

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: