Merayakan 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer: Warisan Pemikiran dan Karya

Merayakan 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer: Warisan Pemikiran dan Karya

Sumber: Olenka.id

Tepat pada 6 Febuari 2025, menjadi hari untuk memperingati 100 tahun kelahiran sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer atau lebih dikenal dengan sapaan Pram. Lebih dari 50 karya bukunya telah memberikan gambaran keadaan sosial-politik Indonesia yang dulu hanya bisa diperjuangkan lewat kata-kata.

Pramoedya Ananta Toer memutuskan untuk bergabung sebagai anggota Pusat Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) yang berdiri dibawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadikan awal polemiknya. Peristiwa G30S PKI, Pramoedya Ananta Toer ditangkap pada 13 Oktober 1965 dan diasingkan di Pulau Baru selama sepuluh tahun. 

Buku terbitan Pram

Melewati masa pengasingan, Pramoedya Ananta Toer berhasil menerbitkan beberapa buku yang saat itu dilarang keras oleh pemeintah Orde Baru lantaran dianggap pro-komunis. Namun, buku-buku itu terbit dan beredar luas di luar negeri. Kemudian diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, terutama bahasa Inggris dan Belanda.

Sumber: Gramedia.com

Bumi Manusia (1980) menjadi salah satu buku yang dilarang terbit. Ditulis saat Pramoedya Ananta Toer masih diasingkan di Pulau Baru. Melalui Bumi Manusia, pembaca diajak masuk ke dalam dunia Minkey (anak pribumi yang sekolah di HBS), Nyai Ontosoroh, dan Annelies yang sedang berjuang menuntut kebasan masa penjajahan Belanda. 

Selain Bumi Manusia, Pramoedya Ananta Toer juga menghasilkan banyak karya lain yang juga diterjemahkan kedalam beberapa bahasa asing. Yaitu buku Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), Rumah Kaca (1988), Nyanyi Sunyi Seorang Bisu I (1955), II (1996), Arus Balik (1995), Arok Dedes (1999), dan Larasati (2000). 

16 penghargaan telah berhasil diperoleh Pramoedya Ananta Toer, antara lain Penghargaan Balai Pustaka (1951) dan menerima hadiah Magsaysay dari Filipina (1995). Pengukuhan Pramoedya Ananta Toer sebagai penerima hadiah tersebut menimbulkan pro dan kontra, membuat Mochtar Lubis menegembalikan hadiah yang diterimanya tahun 1958.

Namun, Yayasan Magsaysay memberikan alasan bahwa Pramoedya Ananta Toer berhasil melakukan pencerahan dengan cerita sejarah kebangkitan dan kehidupan modern masyarakat Indonesia. Menjadikan Pramoedya Ananta Toer pantas untuk menerima penghargaan tersebut.

“Kebebasan” menjadi mimpi Pramoedya Ananta Toer yang tersimpan dalam buku-buku karyanya. Pada tahun 2025 ini kita hidup dalam kebebasan. Kebebasan yang menjadi mimpi dalam buku-buku kita telah terasakan. Mari mengingat kembali pemikiran-pemikiran dan karyanya dengan merayakan 100 tahun Pramoedya Ananta Toer.

“Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.”  – Bumi Manusia

“Memang kita tak punya kekuatan untuk melawan hukum dan dia, tapi kita masih punya mulut untuk bicara.” – Anak Semua Bangsa

“Hidup sungguh sangat sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsirannya.” – Jejak Langkah

“Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang.” – Rumah Kaca

Pramoedya Ananta Toer telah menjadi teladan yang menunjukkan bahwa kebebasan harus terus diperjuangkan, hingga kapanpun. Bukan hanya dalam tindakan, tetapi juga dalam pemikiran. 

Penulis: Linis Yunita Anggreni

Editor:   Cantika Caramina

Dokumentasi: – https://images.app.goo.gl/SUErfRKtJ3Z6bctC7

                       – https://images.app.goo.gl/hBasgP2SRDwKdd3Y8

Related Post

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: