GEBYURAN BUSTAMAN, TRADISI YANG TIDAK HILANG DENGAN TREN

GEBYURAN BUSTAMAN, TRADISI YANG TIDAK HILANG DENGAN TREN

Gebyuran Bustaman, sebuah tradisi yang dilakukan menjelang memasuki bulan Ramadhan. Tradisi Gebyuran Bustaman merupakan salah satu budaya lokal yang sudah hadir ditengah warga sejak tahun 1742. Tradisi ini digelar pada tanggal 3 Maret 2024 yang berlokasikan di Desa Bustaman.

Pada sejarahnya sendiri tradisi gebyuran ini berasal dari kebiasaan Kyai Bustaman yang memandikan cucunya setiap hendak memasuki bulan Ramadhan. Pada akhirnya ritual itu terjadi dengan menyiramkan air yang diambil dari sumur petilasan Kyai Bustaman. Hingga saat ini sudah di modifikasi dengan adanya perang air.

Hal yang unik dari tradisi ini adalah dengan mulainya mencoret wajah para peserta sebelum dilakukannya perang air atau yang biasa disebut dengan gebyuran. Ritual ini memiliki makna simbolis yang mencerminkan filosofi tradisi.

Coretan warna-warni pada wajah melambangkan dosa-dosa yang telah dilakukan. Menggebyurkan air ke tubuh kemudian diinterpretasikan sebagai proses pembersihan diri dari dosa-dosa tersebut. Tradisi ini menjadi simbol penyucian diri dan menyambut bulan Ramadhan dengan hati yang bersih.

Kegiatan ini diikuti oleh peserta yang merupakan warga dari Desa Bustaman itu sendiri. Namun dalam pelaksanaannya tentu saja hal itu menarik perhatian bukan hanya warga Desa tersebut melainkan banyak masyarakat yang datang bukan dari desa tersebut bahkan banyak mengahdirkan jurnalis serta fotografer yang ingin mengabadikan Gebyuran Bustaman.

“Sangat menyenangkan karena para warga itu sangat mempersiapkan dengan baik dan menerima masyarakat dari luar yang mau ikut acara Gebyuran Bustaman. Serta mereka memberikan plastik untuk para fotografer dan jurnalis untuk membungkus kamera agar tidak terkena air,” ucap Amien yang merupakan salah satu Fotografer yang meliput Gebyuran Bustaman.

Gebyuran Bustaman tidak hanya menjadi tradisi yang terus bertahan, tetapi juga menjadi magnet bagi perhatian dan minat dari berbagai kalangan, baik lokal maupun luar.

Penulis: Ivanaya Sheina Pratiwi

Foto: Divisi Fotografi Wartadinus

Editor: Yiyis Juni S

Related Post

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: