Acuhnya Pemerintah Perihal Fasilitas Transportasi Umum

Acuhnya Pemerintah Perihal Fasilitas Transportasi Umum

Akhir-akhir ini, banyak keluhan masyarakat mengenai ketidaklayakan fasillitas transportasi umum. Apalagi, kepada para pejabat yang kurang peka terhadap masalah tersebut akibat tidak merasakan langsung penggunaan fasilitas transportasi umum yang kurang ramah terhadap masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Anggota DPR, Evita Nursanty, mengungkap di siaran TV Parlemen pada Senin (27/3/2023), bahwa mengenai kesemrawutan atau kondisi keramaian di KRL hanya terjadi pada momen tertentu seperti lebaran dan tahun baru.

Beliau mempertanyakan urgensi impor KRL bekas oleh PT KAI. Padahal, setiap harinya, penumpang KRL bergelut dengan lautan manusia ketika kondisi berangkat kerja dan pulang kerja. Sehingga, dimengerti mengapa PT KAI mengimpor KRL bekas asal Jepang.

Selain itu, akses menuju Stasiun Kereta Rel Listrik (KRL) di Tanjung Barat, Jakarta Selatan, turut menjadi keluhan oleh masyarakat. Sebab, akses menuju stasiun terhubung dengan Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) tanpa fasilitas pendukung seperti lift maupun eskalator. Sama halnya di Stasiun Cakung, Jakarta, yang hanya menyediakan akses tangga menuju stasiun. Hal tersebut, membuat penumpang harus mendaki tangga yang banyak dan curam saat menuju stasiun.

Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, menilai bahwa pemerintah tak serius dalam penerapan fasilitas publik ramah gender, baik itu untuk lansia, anak-anak, ibu hamil, ataupun disabilitas.

“Belum banyak timbul kesadaran atau kepekaan akan pentingnya fasilitas publik harus ramah gender meski sudah diatur dalam undang-undang,” ucap Nirwono, kepada Kompas.com, Rabu (17/5/2023).

Upaya pemenuhan kebutuhan kelompok disabilitas telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Pasal 27 ayat (1) UU Penyandang Disabilitas menyatakan sebagai berikut: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi tentang pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas”

Kebijakan tersebut juga telah menjelaskan hak-hak yang harus dimiliki dan dipenuhi pada kelompok disabilitas, salah satunya, yakni hak atas aksesibilitas sesuai Pasal 5 ayat (1) huruf m.

Aksesibilitas yang dimaksud menurut Pasal 9 CRPD, salah satunya yakni bagi penyandang disabilitas dijamin aksesnya pada lingkungan fisik dan transportasi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan.

Tak hanya penyandang disabilitas, ketentuan pemberian kesejahteraan bagi lansia juga diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Kesejahteraan sosial yang diberikan kepada lansia sebagai penghormatan dan penghargaan yakni diberikan hak, salah satunya ialah kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum.

Maka dari itu, pemerintah harus segera mengintruksikan persyaratan fasilitas publik yang ramah di Indonesia supaya terdapat sanksi tegas apabila fasilitas publik tak ramah bagi masyarakat. Tentu saja, ketidakramahan fasilitas umum transportasi memberatkan pengguna transportasi umum apalagi bagi lansia, anak-anak, dan penyandang disabilitas.

Padahal, transportasi umum digadang-gadang dapat menyelesaikan masalah macet apabila orang-orang menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi. Ketika akses trnasportasi umum kurang ramah bagi masyarakat, bagaimana masyarakat akan memilih menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi?

Penulis: Mayang Luh Jinggan

Sumber: Kompas.com

Sumber gambar: Kompas.com

Editor: Katarina Setiawan

Related Post

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: