Penegakan Hukum yang Kian Hari Kian Menumpul

Penegakan Hukum yang Kian Hari Kian Menumpul

Akhir-akhir ini, banyak terjadi peristiwa yang menggegerkan publik tentang tindak pelanggaran hukum dan tumpulnya penegakan hukum karena memihak kalangan atas. Hal tersebut membuat khalayak masyarakat meluapkan amarahnya dan kecewa atas kinerja penegak hukum.

Padahal hukum merupakan alat penting yang mengatur kehidupan manusia dengan norma dan peraturan agar tidak ada kekacauan, menjaga ketertiban, dan keadilan yang merata. Indonesia adalah negara hukum yang melaksanakan konstitusi dan legistatifnya di bawah hukum.

Namun, kenyataannya penegakan hukum di Indonesia akhir-akhir ini hanya memihak kalangan atas yang memiliki kekuasaan. Sementara kalangan menengah ke bawah mengalami tajamnya penegakan hukum, meski tindakan melanggar hukum tidak sebesar kalangan atas. Seakan ungkapan ‘tumpul ke atas tajam ke bawah’.

Maka dari itu, warganet amat geram akan peristiwa-peristiwa yang akhir-akhir ini terjadi. Warganet juga mengecam pemerintah dan penegak hukum untuk menuntaskan kasus yang masih berlangsung hingga saat ini dan menegakkan keadilan di hadapan hukum.

Drama Pembunuh Brigadir J Agar Terbebas dari Jeratan Hukum

Brigadir J tewas di rumah dinas Ferdi Sambo pada 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 WIB. Sehari setelahnya, Putri Candrawati selaku istri Ferdi Sambo melaporkan Brigadir J atas tuduhan pelecehan seksual yang merupakan awal dari tindakan obstruction of justice atau upaya merintangi proses hukum untuk terhindar dari jerat hukum.

Laporan Putri Candrawati tersebut merupakan alasan mengapa terjadinya pembunuhan berencana Sambo terhadap Brigadir J yang dibantu oleh Bharada E. Namun, warganet kurang percaya alibi tersebut yang memunculkan spekulasi dan teori konspirasi penyebab terbunuhnya Brigadir J.

Cornell Law School menerangkan dalam laman resminya, obstructions of justice ialah segala bentuk tindakan mengancam dengan kekuasaan atau komunikasi, yang memengaruhi, menghalangi, dan menghambat sebuah proses hukum administratif.

Saat ini, telah ditetapkan 5 orang tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir J, yakni Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, Bharada Eliezer, Bripka Ricky, dan Putri Candrawathi. Lalu ada tujuh polisi yang jadi tersangka obstruction of justice dalam upaya merintangi penyidikan kasus.

Tujuh polisi tersebut ialah Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto. Sementara empat tersangka yang dipecat dari Polri, yakni Irjen Ferdy Sambo, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan Ropaminal Divpropam Polri Kombes Agus Nurpatria.

Mereka terbukti berperan dalam perusakan barang bukti berupa ponsel, CCTV, dan menambahkan barang bukti di tempat kejadian perkara. Hal tersebut, membuat mereka mendapat sanksi dan pemecatan tak hormat.

Selain itu, Putri Candrawati juga inkonsisten dalam menyatakan kesaksiannya yang dapat menganggu proses penyidikan. Ia juga mencoba menghindari jeratan hukum dengan meminta penangguhan penahanan dengan alibi mengurus anak. Padahal banyak kasus lain seorang ibu yang memiliki anak tetap ditahan seperti kasus Vanessa Angel.

Lalu ada 10 perwira polisi diduga melanggar kode etik terkait kasus pembunuhan Brigadir J yang selesai menjalani masa kurungan atau penempatan khusus (patsus) pada Jumat, 9 September 2022. Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkap pada Detik.com, bahwa para polisi tersebut telah kembali bertugas di tempat mutasinya dan diawasi secara ketat.

“Ditempatkan sesuai dengan putusan, di Yanma. Jadi di bawah pengawasan Yanma dan Propam, setiap hari diawasi,” katanya (9/9/2022).

Pengikisan Masa Tahanan Para Tikus Berdasi

Pada awal September ini, banyak koruptor yang telah bebas bersyarat yang membuat para warganet heboh tak kepalang. Apalagi bebasnya para koruptor berdekatan dengan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang tinggal dua tahun lagi. Kini peluang mantan narapidana kasus korupsi mendaftar calon legislatif (caleg) pada Pemilu 2024 semakin terbuka lebar.

Ditambah dengan peraturan perundang-undangan tentang pemilu yang tidak mewajibkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Pemilu 2024 menyertakan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) saat mendaftar ke KPU. Padahal masyarakat biasa wajib menyertakan SKCK saat melamar pekerjaan baik menjadi pegawai negeri maupun pegawai swasta.

Hal tersebut menimbulkan perseteruan di jejaring sosial. Sebanyak 23 koruptor bebas bersyarat, tak terkecuali tokoh-tokoh yang dikenal akibat besarnya korupsi yang dilakukan, menimbulkan kekecewaan dari berbagai kalangan.

Sumber: inews.id

Maka dari itu, masyarakat menjadi was-was dengan tumpulnya ketegakan hukum yang dapat menghancurkan tatanan bangsa, moral manusia, dan keadaan menjadi tidak aman. Selain itu, masyarakat tidak akan percaya pada hukum yang membuat bertindak seenaknya sendiri. Melunaknya hukum terhadap kalangan atas membuat mereka tak takut tehadap hukum dan bersikap semena-mena tak segan menjalankan tindakan amoral.

Apalagi aparat penegak hukum yang lelet dan hanya bekerja saat ada kasus viral. Dari sini dapat disimpulkan bahwa dari pembuat hukum hingga penegak hukum, melakukan tindakan pelanggaran hukum.

Sepatutnya, kita memberantas tindakan pelanggaran hukum dan menegakkan tajamnya hukum. Sebab, seluruh masyarakat itu sama dimata hukum. Dengan memulai kejujuran dan tindakan kecil lainnya sesuai norma merupakan salah satu langkah dalam menegakkan hukum secara individu.

Penulis: Mayang Luh Jinggan

Sumber: dari berbagai portal media

Sumber gambar: republika.co.id

Editor: Maharani Sabila

Related Post

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: