Dunia maya dihebohkan dengan kabar dihentikannya penyelidikan kasus ayah yang merudapaksa ketiga anaknya yang usianya dibawah 10 tahun di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Peristiwa tersebut terjadi pada 2019 silam. Sang ibu melaporkan tindakan mantan suaminya ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Luwu Timur, serta Polres Luwu Timur, setelah menyaksikan luka lebam ditubuh sang anak. Kasus tersebut dihentikan oleh kepolisian lantaran bukti-bukti yang ditemukan tak cukup untuk menahan pelaku alias sang ayah.
Sang pelaku dan ibunya memiliki ketiga orang anak yang diperkirakan usianya di bawah 10 tahun. Terdiri dari, anak pertama perempuan, anak kedua laki-laki dan anak ketiga perempuan. Pada penyelidikan polisi, tidak ditemukannya tanda-tanda atau perbuatan seksual kepada anak melalui tes visum yang dilakukan di Puskesmas Malili, Luwu Timur hingga RS Bhayangkara Makassar, Polda Sulsel.
“Ini kasus lama. Kasus itu tidak dilanjutkan, karena penyidik tidak menemukan cukup bukti,” kata Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan Kombes Pol E Zulpan, dikutip dari Kumparan.com, Kamis (7/10/21).
Selain hasil visum ketiga anak tersebut, pihak kepolisian mengeklaim pada 11 November 2019, bahwa sang ibu memiliki kelainan jiwa dan menganggap bahwa sang ibu mempunyai motif lain kepada mantan suaminya. Namun, sang Ibu membantah bukti yang disampaikan oleh pihak kepolisian karena kepolisian memeriksa ketiga anak tanpa didampingi sang ibu, penasihat hukum, pekerja sosial ataupun psikolog.
Lalu pada akhir Desember 2019 silam, sang ibu mengadukan kasus tersebut ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Makassar. Terlihat perbedaan penanganan di Luwu Timur ketika sang ibu diberi rujukan agar melaporkan kasusnya ke LBH Makassar. Dari sinilah LBH Makassar, melalui Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual terhadap Anak, menjadi penasihat hukumnya ketika kasus sudah dihentikan oleh Kepolisian Luwu Timur.
Pusat Pelayanan Kota Makassar juga memberi pendampingan psikologis kepada ketiga anak tersebut. Dalam hasil laporan psikologisnya, ketiga anak tersebut tidak mengalami trauma melainkan mengalami cemas. Ketiga anak tersebut bersaksi tentang kejadian rudapaksa dari ayah mereka secara konsisten dan saling menguatkan kesaksian satu sama lain.
Dari kesaksian mereka, kemungkinan terduga pelakunya lebih dari satu orang, sesuai dengan tuturan salah seorang korban kepada ibunya saat proses penyelidikan yang ditangani Polres Luwu Timur. Kesaksian korban diperkuat dalam rekaman foto dan video yang disimpan sang ibu, yang menggambarkan bekas-bekas kekerasan fisik ketiga anaknya.
Rezky Pratiwi dari LBH Makassar mengungkapkan kepada nasional.tempo.co bahwa proses penyelidikan Polres Luwu Timur sudah cacat prosedur sejak visum pertama hingga pengambilan keterangan setiap anak karena sang anak tidak didampingi oleh siapapun ketika ditanyai oleh penyidik.
“Seharusnya, anak-anak didampingi oleh orang tua serta pendamping hukum, pekerja sosial atau pendamping lain sebagaimana mandat dalam UU 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,” ujarnya, Kamis (7/10/21).
Sesuai dengan berbagai kecacatan prosedur dalam penyelidikan polisi ditambah dengan bukti-bukti baru yang dipaparkan oleh LBH Makassar, pihak kepolisian tetap mengabaikannya dan menutup kasus keji ini. Hal tersebut, membuat berbagai pihak mengecam kepolisian karena tidak becus dalam menangani sebuah kasus yang besar.
Penulis: Mayang Luh Jinggan.
Editor: Vasthi
Sumber: Akun Twitter @projectm_org