HARI ULANG TAHUN HUTAN DAN KENYATAAN PAHIT DIBALIKNYA

HARI ULANG TAHUN HUTAN DAN KENYATAAN PAHIT DIBALIKNYA

Sejak delapan tahun silam, seluruh dunia memperingati Hari Hutan Sedunia atau International Day of Forests yang jatuh pada tanggal 21 Maret. Perayaan ini didasarkan pada resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tertanggal 12 November 2012. Maksud dari Hari Hutan Sedunia ialah sebagai bentuk apresiasi dan pengukuhan atas pentingnya peran hutan bagi makhluk hidup. Tiap tahun, bumi mengalami degradasi akibat ulah manusia. Jika dibiarkan, kondisi ini akan memperparah kerusakan ekosistem. Para ahli menyebut bumi sudah mencapai ambang batas kritisnya.

Beberapa ahli lingkungan membagi ambang batas kritis bumi menjadi beberapa kategori; pertama, perubahan iklim yang ditandai dengan mencairnya es di Samudera Arktik dan menyebabkan sinar matahari tidak bisa memantul, kondisi ini kita kenal dengan sebutan ‘Pemanasan Global’ atau global warming. Kedua, naiknya permukaan air laut. Dilansir dari detiknews, sejak 1875 permukaan air laut mengalami kenaikan rata-rata sebanyak 1,7 mm/tahun dan semakin naik sejak 1993 dengan rata-rata 3 mm/tahun. Ketiga, perilaku konsumtif manusia. Penduduk bumi yang mencapai 7 milyar tentu saja berdampak pada hal-hal di atas. Konsumsi kertas, kayu, dan produk yang berasal dari hutan menjadi masif. Ditambah dengan iklan-iklan di media massa yang bagai dua sisi mata pisau, yang menganjurkan untuk menjaga bumi namun dengan tetap mengonsumsi kekayaan alam.

Hal ini sebenarnya sah-sah saja mengingat Indonesia termasuk dalam salah satu jantung dunia karena memiliki hutan yang luas, terutama di Kalimantan. Namun, jika kekayaan itu terus dikeruk tanpa melakukan perbaikan ulang terhadap hutan (reboisasi), maka bukan tidak mungkin hutan akan semakin berkurang. Tahun 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat luas kawasan hutan menyusut hingga 125,9 juta hektar dari sebelumnya 128 juta hektar pada 2015. Dengan kata lain, penyusutan hutan Indonesia mencapai angka 1 juta hektar tiap tahunnya.

Deforestasi atau pengalih-fungsian hutan menjadi lahan produksi ialah faktor utama mengapa penyusutan tersebut terus berlangsung. Dalam mengatasi permasalahan ini, Pemerintah bersama dengan seluruh rakyat Indonesia diharapkan dapat bekerjasama. Karena, kini dampak dari permasalahan tersebut sudah sangat terasa terutama saat musim hujan, di mana banjir dan tanah longsor terjadi di berbagai daerah. Musim kemarau juga menjadi momok karena memicu terjadinya kebakaran hutan, belum lagi kasus hewan-hewan liar yang masuk ke pemukiman warga karena habitat mereka telah rusak. Mari kita selamatkan hutan untuk keselamatan kita di masa yang akan datang. Selamat hari hutan sedunia!

Sumber: detiknews
Sumber gambar: freepik
Penulis: Lydia Desi Christina Wati
Editor : Indah Suryaningsih

Related Post

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: