Can I Call U, Love? – #4 Cerita Kehujanan

Can I Call U, Love? – #4 Cerita Kehujanan

Bersyukur aku sudah di kos, tapi tak tahu tentangnya. Kurasa ia kehujanan, mungkin sedang berteduh di ruko-ruko pinggir jalan dengan orang-orang yang tak dikenal, kedinginan.

Aku menelponnya, memastikan ia akan baik-baik saja.

“Sudah sampai di rumah?”, tanyaku mengkhawatirkannya.

“Belum, ini lagi neduh di pinggir jalan”, jawabnya sedikit teriak, karena hujan sangat lebat.

“Are you okay?”, balasku.

I’m okay, aku cuma takut petir, makanya aku neduh dulu. Jangan khawatir, aku laki-laki, bisa jaga diriku. Yang penting kamu gak kehujanan” , dia memberiku ruang untuk tenang.

“Aku yang akan menemaniu ke Poliklinik kalau kamu sampai sakit”, jawabku, karena hujan tidak kunjung mereda, meski sudah dua jam mengguyur kota sore ini.

Pukul delapan malam, ia akhirnya tiba di rumah namun dengan keadaan basah kuyup meski sudah memakai jas hujan. Sopir-sopir mobil malam itu tidak tahu diri melaju dengan kencang tepat disampingnya hingga wajahnya yang sudah lelahpun tersiram genangan air pinggir jalan.

“Aku sudah di rumah, kamu sudah tidur?”, ia mengabariku.

“Belum, aku menunggu pesanmu, aku khawatir. Mandi, air hujan kan gak baik buat kesehatan…”

“Iya, aku mandi dulu”, katanya, lalu memutus teleponnya.

Entah pada akhirnya ia mandi atau tidak karena mungkin airnya terlalu dingin. Tapi malamnya, ia menemaniku untuk lembur mengerjakan tugas-tugas kuliah dan proposal yang belum berujung, masih revisi terus menerus.

Hingga pukul dua pagi, aku masih sibuk mengerjakan. Sambil mendengarkan ia menyanyikan lagu-lagu dari Coldplay dengan gitarnya. Meski suaranya terdengar sedikit fals, aku maklumi, ia bukan penyanyi. Sesekali aku ikut menyanyikan lagu-lagu yang dinyanyikannya, sebagai tanda bahwa aku masih terbangun dan mengerjakan tugas-tugasku.

Pukul tiga pagi, ia tiba-tiba berhenti menyanyi dan menyuruhku untuk tidur karena benar-benar sudah pagi.

“Tidur, sudah pagi, nanti atau besok lagi dikerjainnya. Aku temenin deh”, ia menyuruhku untuk menyudai pekerjaanku pagi itu.

“iya udah aku tidur, kamu juga tidur. Besok ‘kan kuliah pagi, terus lanjut rapat ‘katanya”, jawabku sembari mengingatkannya jika ia besok ada rapat dengan organisasinya.

“Siap bos. Selamat tidur pagi, jangan lupa sholat Shubuh, hehe”, katanya dengan suara yang terdengar sudah ngantuk. Aku memutuskan teleponnya.

 

Penulis : Gusti Bintang Kusumaningrum

Related Post

Taman Quersyla

Taman Quersyla

Dinding-dinding Istana Verloincha menjadi saksi bisu, menyaksikan kesendirian yang menghiasi kehidupan Putri Querzy Damancha. Terpaku…

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: