Kebijakan Presiden Prabowo mengenai efisiensi anggaran memiliki banyak pro dan kontra. Kebijakan efisiensi anggaran ini diperdebatkan karena dianggap tidak selaras dengan strategi politik Presiden Prabowo dalam penyusunan kabinet, yang justru mengakomodasi berbagai kepentingan hingga menghasilkan struktur kabinet yang besar.
Kabinet Merah Putih terdiri dari 7 Menko, 41 Menteri, 55 Wamen, dan 5 Pejabat Setingkat Menteri. Perdebatan semakin memanas karena tidak semua instansi terkena pemotongan anggaran, dengan 17 Kementerian/Lembaga tetap menerima anggaran penuh pada 2025.
“Saya melakukan penghematan, saya ingin pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, pengeluaran-pengeluaran mubazir, pengeluaran-pengeluaran yang alasan untuk nyolong, saya ingin dihentikan, dibersihkan,” ungkap Presiden Prabowo.
Sesuai dengan hal itu Presiden Prabowo juga mengungkapkan akan digunakan untuk apa anggaran tersebut, “Ada yang melawan saya, ada, dalam birokrasi, dalam birokrasi, merasa sudah kebal hukum, merasa sudah menjadi raja kecil, ada, saya mau menghemat uang, uang itu untuk rakyat, untuk memberi makan, untuk anak-anak rakyat. Saya juga ingin memperbaiki semua sekolah Indonesia, kita punya 330 ribu sekolah, ibu-ibu yang guru angkat tangan, ibu-ibu benar enggak? Lihat sekolah-sekolah, perlu diperbaiki atau tidak?” ujarnya.
Dampak yang terjadi
Efisiensi anggaran ini berdampak pada pengoperasian beberapa layanan pemerintah. Seperti yang terjadi di sebuah kantor, lift yang biasanya beroperasi maksimal 3 lift, menjadi 1 lift saja yang dapat digunakan, hal ini menyebabkan pegawai yang ingin bekerja harus menunggu mengantre untuk ke ruangan masing-masing.
Selain itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menghadapi tantangan besar akibat pemangkasan anggaran yang signifikan. Tahun sebelumnya, LPSK menerima anggaran Rp 279 miliar, namun kini hanya mendapat Rp 225 miliar, dan diperkirakan akan berkurang lagi menjadi Rp 85 miliar. Menurut Susilaningtyas, pemotongan ini dapat berdampak pada kualitas perlindungan bagi sekitar 8.000 saksi dan korban yang saat ini dilindungi.
Untuk menyiasati keterbatasan anggaran, LPSK akan menerapkan strategi seperti melakukan seleksi ketat terhadap saksi dan korban yang akan dilindungi, serta menghentikan perlindungan bagi kasus yang tidak mengalami perkembangan. Selain itu, bantuan medis juga akan diprioritaskan bagi korban dengan kondisi paling mendesak.
Di sisi lain, Ikatan Pegawai LPSK mengingatkan bahwa dengan anggaran yang terbatas, layanan perlindungan bisa terganggu dan kualitasnya menurun. Ketua Ikatan Pegawai LPSK, Tomy Permana, menyarankan pimpinan LPSK untuk mempertimbangkan moratorium layanan perlindungan dan menerapkan sistem kerja dari mana saja (WFA) guna menghemat biaya operasional.
Meskipun Prabowo menegaskan bahwa efisiensi ini bertujuan untuk menghilangkan pemborosan dan memastikan anggaran digunakan untuk kepentingan rakyat, dampaknya terhadap operasional layanan pemerintah mulai terasa.
Dengan masih adanya kementerian dan lembaga yang tidak terkena pemangkasan anggaran, kebijakan ini menimbulkan pertanyaan mengenai kesetaraan dan prioritas dalam pengelolaan anggaran negara.
Efisiensi yang dilakukan perlu diimbangi dengan strategi yang memastikan layanan publik tetap berjalan optimal tanpa mengorbankan kelompok rentan yang membutuhkan perlindungan.
Penulis : Nadya Sekar Nalaratih
Editor : Cantika Caramina
Sumber Gambar : Perupadata