
Putus cinta tidak selalu meninggalkan luka fisik, tapi seringkali meninggalkan luka yang jauh lebih dalam, yaitu merasa tidak cukup atas diri sendiri. Bagi sebagian orang, perpisahan tak hanya soal kehilangan pasangan, tapi juga kehilangan rasa percaya diri. Hal ini menjadi lebih berat ketika menjalin hubungan, pasangan sering kali membandingkan dan melirik orang lain yang secara fisik dianggap lebih “sempurna”.
Dari situlah muncul suara-suara pelan di kepala:
“Dia saja dulu suka lihat cewek lain. Gimana nanti kalau ada yang lebih cantik dariku?”
“Kalau aku memang menarik, kenapa dia pergi?”
Rasa takut itu tumbuh menjadi keyakinan bahwa diri ini tidak cukup. Tidak cukup cantik. Tidak cukup berharga. Tidak cukup untuk dicintai.
Menurut Dr. Jennice Vilhauer, psikolog klinis sekaligus penulis di Psychology Today, perasaan tidak layak dicintai umumnya berasal dari pengalaman emosional yang menyakitkan, bukan karena seseorang memang tidak berharga.
“The feeling of unworthiness is usually the result of internalized messages from significant people or experiences in your life, not a reflection of who you really are.”
[Perasaan tidak layak (untuk dicintai, dihargai, dan sebagainya) biasanya berasal dari pesan-pesan yang kita serap dari orang-orang penting atau pengalaman hidup yang berpengaruh, bukan karena siapa diri kita sebenarnya.]
Dengan kata lain, rasa rendah diri atau merasa “tidak cukup” sering kali muncul karena komentar, perlakuan, atau pengalaman menyakitkan di masa lalu, bukan karena kita benar-benar tidak berharga. Misalnya, jika pernah diperlakukan buruk oleh pasangan, sering dibandingkan, atau diremehkan, maka hal itu bisa membentuk keyakinan negatif tentang diri kita, walaupun sebenarnya semua hal tersebut tidak benar.
Kalimat ini menekankan bahwa perasaan tidak layak adalah hasil dari pengaruh luar (lingkungan atau pengalaman), bukan gambaran asli tentang siapa kita sebenarnya. Kita tetap punya value, terlepas dari apa yang pernah terjadi pada kita.
Rasa takut untuk memulai hubungan baru pun perlahan muncul. Bukan karena kita tidak ingin jatuh cinta lagi, tapi karena kita takut akan tersakiti lagi. Ketakutan ini bisa membatasi diri kita dan membentuk benteng yang mengisolasi orang lain yang ingin dekat dengan kita.
Namun, pemulihan bukan hal yang mustahil. Kita bisa melakukannya dari hal kecil seperti mulai menyadari bahwa luka yang kita rasakan itu valid, bahwa rasa sakit itu nyata. Tapi nilai dari diri kita tidak ditentukan oleh siapa yang meninggalkan, melainkan bagaimana kita memeluk diri sendiri setelah semua rasa sakit yang kita alami.
Kita sangat berhak dan sangat layak untuk dicintai oleh orang lain, tetapi jangan lupa bahwa sebaiknya kita harus mencintai diri sendiri terlebih dahulu.
Penulis : Shazia Mirza
Editor : Cantika Caramina
Sumber artikel : Psychology Today
Gambar: Pinterest