Masyarakat modern saat ini dihadapkan dengan tantangan besar seperti rasisme dan diskriminasi. Meski kemajuan teknologi telah mendominasi dan banyak penyampaian dalam mempromosikan kesetaraan dan keadilan, tetapi masih terdapat ketimpangan dan sikap diskriminatif yang mengakar di berbagai aspek kehidupan, termasuk lingkungan perguruan tinggi. Banyaknya mahasiswa perguruan tinggi yang memiliki beraneka ragam latar belakang, mereka seringkali menghadapi tantangan dalam memperoleh akses yang setara, merasa diterima, dan dihargai. Dengan kolaborasi antar mahasiswa dan pihak perguruan tinggi dalam menciptakan lingkungan yang inklusif, di mana setiap individu merasa dihormati dan diberikan kesempatan yang sama untuk berkembang, menjadi kunci untuk mengatasi akar rasisme dan diskriminasi.
Berdasarkan data penyelenggara ststistik Index Mundi di Liputan6.com, Indonesia berada di posisi 14 sebagai negara paling rasis dengan poin 4,99. Sementara hasil survei yang dilakukukan Komnas HAM pada Oktober 2021 yang melibatkan 1.200 responden usia 17-59 tahun dalam Databoks, responden yang pernah mengalami atau mendengar adanya perlakuan diskriminasi di perguruan tinggi sebanyak 43,6%. Angka-angka ini mengindikasikan bahwa masalah rasisme dan diskriminasi masih menjadi isu yang perlu diperhatikan di Indonesia.
Menurut Koesno (2022) dalam tirto.id Rasisme adalah suatu tindakan yang membedakan seseorang atau ketidaksetaraan terhadap seseorang atas dasar perbedaan warna kulit, ras, suku, dan asal-usulnya, sehingga membuat adanya pembatasan atau melanggar hak dan kebebasan seseorang. Sementara diskriminasi menurut Gischa (2023) yang dilansir dalam Kompas.com, diskriminasi merupakan suatu tindakan ketika satu kelompok yang jumlahnya lebih besar memperlakukan golongan lain yang jumlahnya lebih sedikit, atau yang sering disebut sebagai minoritas, secara tidak adil. Rasisme dan diskriminasi sudah tidak asing ditemui di kalangan mahasiswa perguruan tinggi dimana bentuk rasisme dan diskriminasi di kampus meliputi stereotip dan prasangka, pelecehan verbal, insiden berbasis kebencian, eksklusivitas dalam organisasi mahasiswa, kurikulum bias, perekrutan tidak adil, kurangnya representasi kelompok tertentu, serta lingkungan yang tidak ramah dan tidak inklusif bagi keragaman ras dan etnis.
Rasisme dan diskriminasi bersumber dari pandangan merendahkan ras minoritas dan budayanya dibanding ras mayoritas, serta ajaran dalam keluarga dan masyarakat yang menanamkan stereotip dan prasangka buruk terhadap kelompok tertentu. Dampaknya bagi mahasiswa amat merugikan, baik secara psikologis seperti rendah diri, stres, depresi, maupun akademis dengan menurunnya prestasi bahkan hingga putus kuliah. Isolasi sosial dan konflik antar kelompok juga kerap dialami. Mengatasi akar masalah rasisme dan diskriminasi sangat penting dalam perguruan tinggi untuk mewujudkan lingkungan kampus yang inklusif bagi semua mahasiswa tanpa terkecuali.
Membangun lingkungan kampus inklusif memerlukan kebijakan anti-diskriminasi, program pendidikan untuk meningkatkan kesadaran dan empati, serta membangun dialog lintas kelompok untuk saling memahami. Upaya ini penting untuk merangkul keberagaman dan memaksimalkan potensi pendidikan tinggi. Pimpinan kampus harus berkomitmen menetapkan dan menegakkan kebijakan tegas anti-diskriminasi. Dosen berperan menanamkan nilai inklusivitas, penghargaan keragaman, dan empati. Sementara mahasiswa mempraktikkan toleransi, saling menghargai, dan terlibat dialog lintas kelompok. Komitmen dari seluruh civitas akademika, pimpinan, dosen, hingga mahasiswa diperlukan untuk mewujudkan kampus yang aman, nyaman, terbuka, dan inklusif bagi semua. Mengatasi tantangan dan hambatan seperti mengidentifikasi bias dan stereotip yang ada, mengatasi resistensi dan ketidakpedulian terhadap isu diskriminasi, serta membangun komitmen dan kerja sama seluruh pihak menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan kampus yang benar-benar inklusif dan menghargai keragaman. Dengan upaya kolektif dan komitmen yang kuat dari seluruh civitas akademika, kita dapat menciptakan lingkungan kampus yang inklusif, menghargai keberagaman, dan memberikan kesempatan setara bagi semua mahasiswa untuk tumbuh dan berkembang tanpa dibatasi oleh diskriminasi rasial. Hanya dengan memerangi akar rasisme dan membangun budaya saling menghormati, perguruan tinggi dapat menjadi tempat yang aman, adil, dan mendukung bagi seluruh mahasiswa dari berbagai latar belakang untuk meraih potensi penuh mereka.
Sumber:
Dihni, V. A. (2022, Januari 19). Survei Komnas HAM: 27,8% Masyarakat Alami Diskriminasi oleh Aparat Hukum. Retrieved from databoks.katadata.co.id: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/19/survei-komnas-ham-278-masyarakat-alami-diskriminasi-oleh-aparat-hukum
Gischa, S. (2023, Juli 24). Pengertian Diskriminasi: Penyebab, dan Cara Menghindarinya. Retrieved from Kompas.com: https://www.kompas.com/skola/read/2023/07/24/120000369/pengertian-diskriminasi–penyebab-dan-cara-menghindarinya
Koesno, D. (2022, November 29). Apa Itu Rasisme: Akibat, Contoh dan Cara Menghindarinya. Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/apa-itu-rasisme-akibat-contoh-dan-cara-menghindarinya-gzb3
Savira, A. (2022, Oktober 11). Miris Banget, Indonesia Negara Rasisme Urutan Ke-14 di Dunia! Retrieved from liputan6.com: https://www.liputan6.com/amp/5094088/miris-banget-indonesia-negara-rasisme-urutan-ke-14-di-dunia
Penulis : Rosmanita Kusumaningrum
Editor : Aninda Ratna Ghifarani