Mungkin banyak yang tidak akrab dengan nama Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka. Tak salah memang, karena nama tersebut hampir tidak pernah muncul dalam buku sejarah kita saat menimba ilmu selama 12 tahun. Ia adalah seorang pejuang Indonesia yang dilupakan oleh bangsanya sendiri.
Pria asli Minangkabau ini mendapat predikat sebagai bapak republik, karena Tan Malaka-lah yang pertama menggagas konsep republik untuk Indonesia, melalui bukunya yang berjudul ‘Naar de Republiek’ yang ia tulis pada tahun 1925, di Kanton, Tiongkok. Buku sakti itulah yang telah menginspinspirasi banyak orang pada masa baik sebelum proklamasi maupun sesudah.
Pria asli Minang ini telah menghabiskan lebih banyak waktu diluar negeri daripada di negerinya sendiri. Salah satu faktornya karena ia merupakan buruan militer di berbagai penjuru dunia karena gagasannya yang acap kali dinilai mengganggu keamanan.
Perjalanan Tan Malaka dalam berkelana tidak bisa dibilang mulus, ia sering tertangkap oleh mata-mata sehingga drinya terpaksa hinggap dari negara satu ke negara yang lain, bahkan hingga dipenjara dibalik jeruji besi. Kisah ini tertulis dalam buku yang ia tulis berjudul ‘Dari Penjara ke Penjara’. Di dalam negeri sendiri Tan Malaka merupakan tokoh yang pergerakan yang pandangan sosial serta politiknya sangat mempengaruhi orang-orang banyak.
Ia merupakan pendiri partai murba, salah satu tokoh yang membemlntuk Persatuan Perjuangan (PP) yang menjadi oposisi pemerintahan Syahrier, dan juga pernah menjabat sebagai ketua Partai Komunis Indonesia, walaupun tidak bertahan lama karena berbeda pemikiran dengan orang-orang didalam partai kiri tersebut.
Tan Malaka merupakan tokoh yang buah pikirnya sangat diidolai oleh orang-orang penting pada masa pra-proklamasi, bahkan Soekarno pun juga mengagumi pemikirannya. Tetapi sejarah mencatat bahwa peristiwa proklamasi tidak mengikutsertakan dirinya meskipun dirinya berada di Jakarta, salah satu faktornya karena identitasnya yang masih ia sembunyikan demi menghindari kejar-kejaran dengan pihak keamanan Jepang.
Tan Malaka pada saat itu menggunakan nama samaran Ilyas Husein. Jika berbicara tentang Tan Malaka, tentu salah satu hal yang menyita perhatian adalah karya kontemporernya berupa buku yang berjudul ‘Madilog’, yang merupakan kepanjangan dari Materialisme, Dialektika, dan Logika. Buku yang merupakan buah pikirnya yang telah mengendap selama bertahun-tahun dikepalanya, berisi pendangan masa depan Indonesia yang merdeka menurut Tan Malaka, yang mengharuskan cara berpikir menggunakan bukti riil serta pengembangan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan bangsa Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia, atau singkatnya panduan cara berpikir realistis, pragmatis, dan fleksibel.
Sumbangsih waktu, tanaga, dan pikiran orang yang melajang seumur hidupnya demi kemerdekaan Indonesia ini sangat besar bagi bangsa Indonesia, namun sayang di akhir hayatnya ia mati karena bedil aparat di negeri yang ia perjuangkan.
Penulis: Anugrah Tri Ramadhan
Gambar: historia.id
Editor: Almira Felicia