Penunjukan Band Sukatani sebagai Duta Polri Memicu Kontroversi Meredam Kritik

Penunjukan Band Sukatani sebagai Duta Polri Memicu Kontroversi Meredam Kritik

Sukatani adalah sebuah grup band bergenre punk yang terdiri dari dua orang, yakni Muhammad Syifa Al Lufti sebagai gitaris dan Novi Citra Indriyati sebagai vokalis. Melansir dari profil Instagram mereka, Novi dikenal dengan nama panggung Ovi atau Twister Angel, sedangkan Lutfi memiliki nama panggung Al atau Alectroguy.

Band ini mulai dikenal oleh banyak orang melalui lagu “Bayar-Bayar-Bayar” yang menarik perhatian publik. Mereka menyuarakan kritik terhadap praktik-praktik yang tidak sesuai dengan nilai kejujuran dan integritas, terutama dalam konteks masalah hukum dan penyalahgunaan kekuasaan.

Band Sukatani yang sebelumnya dikenal dengan identitas tertutup dan misterius, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah pengungkapan wajah anggota band tersebut yang memicu berbagai reaksi dari penggemar dan masyarakat luas.

Instagram: @sukatani.band

“Mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul lagu Bayar Bayar Bayar yang liriknya bayar polisi, yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial yang pernah saya upload ke platform Spotify,” ujar Muhammad Syifa Al Ufti.

“Sebenarnya lagu itu saya ciptakan untuk oknum kepolisian yang melanggar peraturan,” ia kembali menjelaskan.

Selanjutnya, Sukatani menyebut lagu tersebut kini telah ditarik dari peredaran. Mereka juga meminta pengikutnya di media sosial untuk menghapus lagu tersebut.

“Dengan ini saya menghimbau kepada semua pengguna akun media sosial yang telah memiliki lagu kami dengan judul Bayar Bayar Bayar, lirik lagu bayar polisi agar menghapus dan menarik semua video menggunakan lagu kami dengan judul Bayar Bayar Bayar. Karena apabila ada risiko di kemudian hari sudah bukan tanggung jawab kami dari band Sukatani,” kata Muhammad Syifa Al Ufti.

Fenomena tersebut membawa dampak besar bagi band itu sendiri yaitu pemecatan salah satu anggota Novia Citra Indriyanti dari pekerjaannya sebagai guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu di Banjarnegara karena dinilai melanggar kode etik berat.

Klarifikasi Sukatani atas lagu “Bayar-Bayar-Bayar” adalah cerminan dari kondisi kebebasan berekspresi di Indonesia saat ini.

Salah satu bentuk dukungan masyarakat terhadap band Sukatani adalah menyuarakan melalui sosial media X dengan tagar #KamiBersamaSukatani yang menjadi trending topik merupakan simbol yang menunjukkan pembelaan terhadap band sukatani dan suatu ekspresi antipati ketidakpuasan terhadap penegak hukum dan tindakan aparat kepolisian.

Penunjukan Band Sukatani sebagai Duta Polri oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memicu berbagai kritik dari pengamat dan masyarakat. Salah satu kritik utama datang dari pengamat Indonesia Strategic and Economic Studies (ISESS), yang menilai langkah ini sebagai upaya meredam kritik publik terhadap institusi Polri.

Menurut pengamat ISESS, penunjukan Sukatani sebagai Duta Anti Pungli dianggap sebagai alat kooptasi untuk meredam kritik publik. Alih-alih menanggapi kritik dengan perbaikan konkret, langkah ini dikhawatirkan hanya menjadi simbolisme tanpa perubahan substansial dalam tubuh Polri. Pengamat tersebut menekankan bahwa respons semacam ini dapat mengaburkan esensi dari kritik yang disampaikan dan mengurangi tekanan bagi institusi untuk melakukan reformasi yang nyata.

Selain itu, Koordinator Peneliti Koalisi Seni, Ratri Ninditya, menyatakan bahwa meminta seniman menjadi Duta Polri adalah bentuk pendisiplinan halus yang mengancam kebebasan berkesenian. Dalam negara demokrasi, seniman seharusnya berada di luar entitas pemerintah agar dapat objektif dalam mengkritisi dan mengevaluasi kinerja institusi. Langkah ini dikhawatirkan dapat mengaburkan batas antara pengawasan independen dan kolaborasi dengan institusi yang dikritik, sehingga melemahkan posisi kritis seniman dan aktivis.

Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arief Maulana, menilai bahwa tawaran Kapolri tersebut merupakan upaya untuk mengaburkan masalah utama yang dikritik oleh Sukatani. Menurutnya, Polri seharusnya fokus pada evaluasi internal dan penegakan hukum yang adil terhadap anggotanya yang melakukan pelanggaran, bukan sekadar mengangkat pengkritik menjadi duta. Langkah ini dianggap menyederhanakan masalah dan berpotensi mengalihkan perhatian dari isu-isu struktural yang membutuhkan pembenahan serius.

Secara keseluruhan, kritik terhadap penunjukan Band Sukatani sebagai Duta Polri berfokus pada kekhawatiran bahwa langkah ini lebih bertujuan untuk meredam kritik daripada melakukan perbaikan nyata dalam institusi. Pengamat dan aktivis menjelaskan perlunya respons yang substantif terhadap kritik, seperti reformasi internal dan penegakan hukum yang tegas, daripada pendekatan simbolis yang dapat mengaburkan esensi dari kritik yang disampaikan.

Pembredelan karya seni hanya karena kritik yang dianggap tidak nyaman merupakan kemunduran dalam berdemokrasi. Seni adalah medium ekspresi dan refleksi sosial yang selayaknya dihormati, bukan dibungkam. Demokrasi yang sehat menjamin kebebasan berbicara sekaligus kesiapan untuk menerima kritik. Membungkam karya seni justru menutup ruang diskusi dan menghambat kreativitas serta perkembangan budaya.

Kebebasan berekspresi adalah hak yang harus dilindungi, selama tidak melanggar hukum yang ada. Kritik dalam seni merupakan bagian dari dinamika sosial yang seharusnya diterima, bukan direpresi. Jika demokrasi adalah rumah bagi kebebasan, maka seni seharusnya menjadi salah satu jendelanya, menutup jendela tersebut hanya membuat demokrasi semakin pengap.

Penulis: Zafira Itsna Maulida & Dinar Emilia

Sumber: https://liks.suara.com/ , https://www.tempo.co/ 

Editor: Maulidya Aisyah Hamidah

Related Post

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: