Pada Senin, 14 Oktober 2024, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang telah menggelar Teatrikal Sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang. Pertunjukan teatrikal oleh pelajar dan mahasiswa yang ada di Kota Semarang untuk memeringati Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Pertempuran Lima Hari di Semarang adalah perlawanan rakyat Semarang, terutama para pemuda dan milisi terhadap Pasukan Jepang yang terjadi pada tanggal 15-19 Oktober 1945. Konflik ini dipicu oleh ketegangan Pemuda Indonesia yang ingin mempertahankan kemerdekaan dari Pasukan Jepang yang masih ada di Semarang setelah menyerah pada Sekutu. Ketegangan memuncak setelah ditemukannya pasokan air yang disabotase oleh Pasukan Jepang sehingga menyebabkan kematian beberapa pejuang Indonesia.
Peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang diperingati setiap tanggal 14 Oktober sebagai simbol dimulainya rangkaian peristiwa yang mengarah pada pertempuran. Pada tanggal tersebut dirayakan sebagai bentuk penghormatan kepada semangat juang yang muncul sebelum pertempuran secara resmi dimulai, sekaligus mengingatkan peristiwa penting di balik sejarah perjuangan rakyat Semarang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Sumarno, S.E., MM, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah selaku inspektur upacara dalam sambutannya mengatakan, “Peristiwa sejarah ini, menunjukkan semangat keberanian dan pengorbanan para pahlawan untuk mempertahankan kedaulatan bangsa yang patut kita teladani. Inilah yang menjadi cermin bagi para generasi penerus untuk terus menjaga persatuan semangat nasionalisme.”
Terlihat di sekitar Tugu Muda, tempat acara diselenggarakan, dipadati oleh lautan manusia yang ingin menyaksikan Peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Rangkaian acara dibuka dengan upacara kemudian dilanjut pemotongan tumpeng oleh Sekda Jawa Tengah yang diserahkan kepada salah satu keluarga pelaku Pertempuran Lima Hari di Semarang, penampilan teatrikal sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang, pembacaan panca prasetya generasi saat ini, terakhir ditutup dengan gemerlap hujan kembang api.
Penulis : Dinar Emilia dan Aiska Muti Salsabila
Dokumentasi : Wartadinus (Farel Ammartio)
Editor : Shazia Mirza