PATIH

PATIH

Pagi ini terasa begitu damai. Hangatnya sinar matahari dan semilir angin sepo-sepoi membuat suasana berbeda dibandingkan beberapa hari lalu yang penuh dengan kesibukan tugas. Saat berjalan kembali menuju kos setelah membeli sarapan, Lina mendengar suara seseorang memanggil namanya. Ia menoleh dan berlari kecil meuju rumah seberang, tempat tinggal Kakek Sutoyo, tetangganya yang sudah akrab dengannya sejak dua tahun.

“Sini nduk, duduk,” kata Kakek Sutoyo sambil menepuk kursi teras,

“Mbah bawa gethuk dari pasar.” Lina duduk dan menerima gethuk yang ditawarkan Kakek Sutoyo dengan senyuman.

Lina dan Kakek Sutoyo memang sudah akrab sejak kurang lebih dua tahun lalu saat Lina baru masuk SMA, dia sering menceritakan kisah-kisah seru era kerajaan jaman dulu kepada Lina. Beberapa bulan lalu istri dari Kakek Sutoyo meninggal, membuat Lina yakin bahwa ia akan sering menemani Kakek Sutoyo walau itu hanya untuk melihat matahari terbit dan terbenam.

“Habis dari pasar ya kek?” Tanya Lina

Iyo nduk, tadi mbah habis jual hasil panen dari kebun, lumayan bisa buat jajan es cendol sama gethuk

Jawab Kakek Sutoyo dengan diiringi candaan ringan.

Kakek Sutoyo ini memang tinggal sendiri, anaknya merantau ke kota dan menikah di sana lalu hanya pulang beberapa tahun sekali. Bagaimana Lina bisa tau? Karena Kakek Sutoyo hampir setiap hari mengatakan bahwa anak dan cucunya akan datang menemuinya, namun selama Lina berada disini ia tak pernah sekalipun melihat anak atau cucu Kakek Sutoyo.

Kakek Sutoyo memang seorang pencinta sejarah sejati. Hampir setiap hari, dia menceritakan kisah-kisah Kerajaan kuno kepada Lina, salah satu favoritnya adalah kisah Sang Patih Gajah Mada dengan sumpah palapanya yang terkenal.

“Tau gak nduk? Gajah Mada itu panglima besar yang mengabdikan diri serta namanya untuk kerajaan, sampai dia bersumpah bahwa dia akan puasa sampai seluruh nusantara ada di bawah kendali Majapahit” Jelas kakek Sutoyo.

“Kalau itu aku juga sudah tau mbah” Jawab Lina.

“Ooh tapi yang ini kamu pasti belum tau, di balik sumpah palapanya yang melegenda, ada beberapa tragedi, salah satunya iku perang bubat antara kerajaan Majapahit sama kerajaan Pajajaran” Ujar Kakek Sutoyo dengan mimik wajah khas pendongeng handal.

“Perang bubat? Aku pernah denger sih mbah, cuman gak tau latar belakang kejadianya kayak gimana.”  Jawab Lina lalu memasukkan gethuk ke dalam mulutnya.

“Jadi raja Majapahit waktu itu yaitu Hayam Wuruk akan ada rencana perkawinan dengan anak raja Pajajaran, bernama Dyah Pitaloka dan pernikahan itu bakal diadakan di Majapahit, lalu datanglah rombongan kerajaan Pasundan ke persinggahan bubat dan yang menyambut itu Gajah Mada bukan sang raja” penjelasan dari Kakek Sutoyo yang tak lengkap itu membuat lina penasaran.

Apa yang terjadi dengan kerjaan Pajajaran dan siapa pemenangnya, sebenarnya awalnya dulu saat pertama kali di ceritakan oleh Kakek Sutoyo Lina tak percaya namun saat ia mengecek beberapa website di satu aplikasi membuat ia yakin bahwa dulu mungkin saja Kakek Sutoyo seorang guru sejarah.

“Terus lanjutannya gimana mbah?” Tanya Lina “Ndak tau” Jawab mbah Sutoyo singkat.

“Hah? Jangan becanda mbah nanggung banget ceritanya” Kesal Lina. “Mbok ya bentar dulu toh nduk, aku tak minum dulu” Jawab Kakek Sutoyo. Selang beberapa detik kakek Sutoyo melanjutkan ceritnya yang tertunda.

“Lalu intinya Gajah Mada itu meminta bahwasanya Dyah Pitaloka itu diserahkan sebagai tanda tahluk kerajaan Sunda terhadap Majapahit, karena waktu itu konon ceritanya memang hanya Pasundan yang belum bisa ditahlukkan oleh Majapahit, karena gak terima akhirnya kerajaan Pasundan marah terus muncul konflik yang berakhir dengan peperangan, karena perbedaan pasukan, berakhir dengan kalahnya Pasundan dan matinya sang raja juga para prajuritnya, lalu para wanita yang tersisa melakukan aksi bunuh diri dan itu termasuk dengan putri Dyah Pitaloka, dan kejadian itu semua tanpa sepengetahuan raja Hayam Wuruk” Jelas Kakek Sutoyo dengan lengkap hingga tanpa sadar Lina menganguk-angukkan kepala.

“Tapi mbah, ngapain Putri melakukan aksi bunuh diri?” Tanya Lina

“Ya buat membela kehormatan dan menjaga martabat kerajaannya” Jawab kakek Sutoyo.

“Tapi nduk mbah mau tanya satu hal, sejarah kan rata rata di tulis dan disebarkan sama pihak yang menang, tapi gimana jadinya kalau sejarah itu di tulis sama orang yang salah dan orang orang pada percaya?” Sebuah pertanyaan sederhana dari Kakek Sutoyo namun membuat Lina terdiam bisu.

Benar juga karena kita tak bisa memastikan sejarah dengan seratus persen akurat, tidak mungkin juga kita kembali ke masa lalu dan menyaksikan kejadian kejadian besar.

Tiba-tiba, suara motor memecah keheningan. Seorang lelaki turun dari motor dan membuka helmnya, kemudian menghampiri Kakek Sutoyo. Wajahnya tampak familier. ‘Patih!’ Seru Kakek Sutoyo dengan mata berkaca-kaca dan menerima pelukan dari Patih. Cucu pertamanya telah kembali.

Lelaki itu bernama Patih, cucu pertama dari kakek Sutoyo. Setelah mengobrol dan berkenalan sebentar Lina ijin pamit pulang ke kos untuk menyantap sarapannya yang sudah mulai dingin, dan membiarkan kedua laki-laki tersebut untuk kembali mengnang masa lalu atau sekedar bercengkrama. Ngomong- ngomong Lina juga rindu dengan keluarganya, masakan mama dan guyonan papa,  minggu besok Lina harus pulang ke rumah.

Penulis: Annisa Cardina Kamilia Aziz

Sumber Foto: Pinterst

Editor: Yiyis Juni S

Related Post

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: