Gerakan 30 September masih menjadi kontroversi lantaran sejarah peristiwa ini masih belum terkuak sepenuhnya. Bisa dikatakan bahwa sejarah ditulis oleh pemenang, dan dalam peristiwa ini dimenangkan oleh Orde Baru. Orde baru membuat narasi yang menyatakan sebagai kebenaran yang tunggal dan menyebarkannya ke khalayak umum.
Peristiwa G30S/PKI sering kita dengar dan lihat melalui film yang beberapa tahun belakangan ditayangkan kembali. Baik dalam film, maupun tragedi yang kita dengar dan baca, masih banyak yang belum terverifikasi kebenarannya. Berikut beberapa fakta yang diulas dari beberapa sumber.
Film penumpasan pengkhianatan G 30 S PKI disebut sebagai alat propaganda rezim orde baru
Film ini dianggap sebagai alat propaganda Orde Baru agar pilar kekuatan politik sebelumnya, Nasakom, yang dirumuskan Soekarno musnah. Tidak semua kejadian dalam film merupakan peristiwa sebenarnya. Dalam film ini banyak adegan yang didramatisir dimana seolah-olah PKI adalah ancaman bagi Negara. Adapun tanggapan dari sejarawan Hilman Farid yang dikutip dari tempo, bahwa film ini mewakili pandangan Soeharto yang dibumbui dengan fantasinya.
Film penumpasan pengkhianatan G 30 S PKI pernah diputar saban tahun
Film ini diputar ulang setiap tahun di TVRI setiap 30 September, sejak dirilis hingga reformasi 1998 kala Soeharto turun. Alasan film ini kemudian berhenti ditayangkan adalah karena masyarakat meragukan kebenarannya. Namun, setelah beberapa tahun tanpa gaduh film ini diputar kembali di era Joko Widodo yang disebut antithesis Orde Baru.
Peran Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) yang dituduh melakukan hal cabul dan keji
Jika menyaksikan film pengkhianatan G30S/PKI, terlihat bahwa perwira tinggi Angkatan Darat (AD) mengalami penyiksaan yang sangat biadab. Dikutip dari historia.id, bisa jadi gambaran tersebut terinspirasi dari Berita Yudha yang merupakan koran milik tentara. Mereka menyebut bahwa para jenderal dicungkil matanya serta alat kelamin mereka dipotong oleh para aktivis Gerwani. Namun, kenyataannya dalam laporan visum et repertum yang didapat dari sejarawan Ben Anderson melalui bukunya, keadaan jenazah hanya dipenuhi luka tembak dan tidak ada bekas penyiksaan seperti penyiletan atau pencungkilan mata.
Bahkan menurut penelitian dari Saskia Elionora Wieringa, penggambaran tarian erotis aktivis Gerwani pada film tersebut merupakan propaganda yang dilakukan media cetak milik tentara. Dalam bukunya “Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia” Saskia mengungkapkan bahwa Gerwani walaupun sangat dekat dengan PKI, tidak memiliki keterkaitan dengan peristiwa tersebut.
Pada peritiwa itu diketahui Bung Karno sedang jatuh sakit.
Jika dilihat dalam film, Bung karno terlihat sedang sakit keras. Namun, faktanya Bung karno sedang sehat-sehat saja yang terbukti dari kehadiran Bung karno pada acara seremonial pembukaan musyawarah nasional teknik di Istora Senayan pada 30 September 1965. Bung karno baru benar-benar sakit ketika sudah dijadikan tahanan rumah di Wisma Yaso, Jakarta.
Film yang cukup melenceng dari sejarah
Film G30S PKI mendapat kritik dari para sejarawan. Selain adegan kekerasan yang ditampilkan dalam film, terdapat kejanggalan peta Indonesia yang berada di ruang Kostrad. Dalam peta tersebut, Timor Timur menjadi bagian dari Indonesia. Padahal menurut sejarawan Asvi Warman Adam, mengungkap tahun 1965/1966 Timor Timur belum terintegrasi dengan NKRI.
Pemimpin PKI D.N Aidit ditembak mati tanpa diadili
Para pemimpin PKI menjadi buruan setelah peristiwa penembakan para jenderal, termasuk D.N. Aidit yang tertangkap pada 22 November 1965 di Surakarta. Ia kemudian dibawa ke Semarang. Namun, menurut Benny G. Setiono lewat buku “Tionghoa dalam Pusaran Politik” (2008), ketika sampai di Boyolali, D.N. Aidit ditembak mati tanpa sempat diadili atau setidaknya memberikan keterangan. Bahkan hingga kini, kuburan dari pemimpin PKI tersebut masih menjadi teka-teki. Begitupun dengan tokoh lain yang diduga terlibat dengan PKI juga hilang dan tidak diketahui keberadaannya.
Penulis: Maharani Sabila
Sumber: Tirto.id, Historia.id dan tempo
Editor: Katarina Setiawan