Kepergian Ratu Elizabeth II meninggalkan duka mendalam bagi Kerajaan Inggris. Beliau wafat pada hari Kamis, 8 September 2022, di usia 96 tahun. Hal tersebut disampaikan langsung melalui Istana Buckingham bahwa sang Ratu meninggal di Balmoral, Skotlandia.
Sebelum meninggal, kondisi kesehatan sang Ratu memang kian memburuk. Dokter pun menyarankan agar kesehatan Ratu selalu dalam pantauan tim medis. Dokter menyatakan sang Ratu menderita penyakit yang disebut oleh pihak Istana Buckingham sebagai ‘masalah mobilitas episodik’ sejak akhir tahun 2021. Dikarenakan hal tersebut, Ratu Elizabeth II diminta untuk tidak melakukan terlalu banyak aktivitas publik.
Setelah Ratu Elizabeth meninggal, tatanan Negara Inggris mengalami banyak sekali perubahan. Pertama, terjadi pergantian Kepala Negara dari Ratu Elizabeth menjadi Pangeran Charles III. Dengan demikian, segala hal yang berkaitan dengan Ratu Elizabeth II akan diturunkan dan diganti sesuai dengan keinginan Pangeran Charles. Seperti potret istana, lagu kebangsaan, susunan garis suksesi, dan masih banyak lagi.
Kedua, adanya perubahan desain mata uang dan perangko. Yang sebelumnya bergambar Ratu Elizabeth diganti dengan potret Pangeran Charles. Hal ini sesuai dengan ketentuan di Inggris dimana uang koin dan kertas wajib bergambarkan kepala negara saat itu. Proses pergantian mata uang tersebut kira-kira akan menghabiskan waktu sekitar dua tahun.
Ketiga, yaitu perubahan judul lagu kebangsaan. Sebelumnya lagu tersebut berjudul “God Save The Queen” menjadi “God Save The King” menyesuaikan pemimpin yang sekarang.
Keempat, yaitu perubahan gelar keluarga Kerajaan Inggris. Pendamping Charles III yaitu Chamilla memperoleh gelar Permaisuri (Queen Consort of United Kingdom). Penerus anggota kerajaan lainnya juga melakukan pergantian gelar, yakni Pangeran William dan Kate Middleton. Keduanya kini memperoleh titel tambahan yakni Duke dan Duchess of Cornwall. Sebelumnya, mereka hanya menyandang Duke dan Duchess of Cambridge.
Kelima, yaitu adanya perubahan doa Gereja Anglikan. Gereja Anglikan adalah Gereja utama bagi Kerajaan Inggris dimana terdapat doa khusus untuk pemimpin Kerajaan Inggris. Yang sebelumnya ditujukan untuk sang Ratu, kini nama Charles III yang akan disebut dalam doa Gereja Anglikan.
Meninggalnya sang Ratu tidak akan meninggalkan dampak buruk terhadap hubungan bilateral Inggris dengan negara lain, khususnya Indonesia. Sebab, sistem kekuasaan politik (monarki) yang dianut oleh Inggris tidak membuat Raja dan Ratu memiliki peran dalam menjalankan politik untuk membuat kebijakan. Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana.
“Tentu tidak karena kan Inggris menganut sistem monarki di mana Raja atau Ratu tidak mempunyai peran politik dan membuat kebijakan” ungkapnya kepada wartawan, Jumat (9/9/2022).
Keputusan politik dan kebijakan yang dijalankan oleh Inggris berada di tangan Perdana Menteri (PM), Parlemen, hingga Lembaga Peradilan. Tidak terdapat kewenangan bagi pemimpin Kerajaan dalam pembuatan kebijakan negara. Termasuk hubungan diplomasi dengan negara Indonesia.
“Itu semua ada di tangan PM, Parlemen dan Lembaga Peradilan. Dengan demikian, tidak ada perubahan yang signifikan terkait hubungan antarnegara,” imbuh Hikmahanto
Maka dari itu tantangan terbesar Kerajaan Inggris bukan kepada negara lain, melainkan kepada kerajaan Inggris sendiri. Raja Charles III harus bisa mengambil hati rakyat Inggris karena citra dirinya yang buruk akibat pernikahannya yang kontroversial dengan Camilla di tahun 2005 setelah kepergian Putri Diana.
Penulis: Aninda Ratna Ghifarani
Sumber: berbagai sumber
Editor: Katarina Setiawan