Pelajaran penting yang tidak banyak disadari oleh kita ternyata sudah ditanamkan sejak duduk dibangku sekolah dasar, yakni perihal kejujuran. Tradisi pembelajaran yang sudah diwariskan turun temurun oleh bapak dan ibu guru, mengenai pentingnya kejujuran yang dimulai melalui diri sendiri, tampaknya dizalimi oleh oknum dan hal ini berbanding terbalik seiring dengan perkembangan zaman. Benarkah, slogan Berani Jujur Hebat! hanya menjadi kiasan belaka bagi segelintir oknum yang duduk dibangku pemerintahan? bukankah para oknum juga menempuh pendidikan yang sama seperti kita sebagai rakyat?
Guna sambut Hari Anti Korupsi, melalui laman kpk.go.id, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan Surat Edaran Nomor 30 Tahun 2020 Tentang Himbauan Kegiatan Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) Tahun 2020. Dijelaskan bahwa sebagai upaya penyadaran kepada publik bahwa korupsi pada kejahatan luar biasa yang harus berhubungan dengan cara yang luar biasa, dengan peningkatan pelaksanaan strategi nasional korupsi (Stranas PK). Tema yang diusung yakni Membangun Kesadaran Seluruh Elemen Bangsa dalam Budaya Anti Korupsi.
Ketika kita sebagai warga negara yang menginginkan Indonesia masuk ke dalam kategori negara maju, perlu digarisbawahi bahwa tindakan korupsi dapat menimbulkan kesalahan alokasi sumber daya. Malah yang terjadi di negara yang berkembang, sistem kelembagaan yang mumpuni belum tercipta sehingga tingkat korupsi cenderung tinggi bila dibandingkan dengan negara maju. Benang merahnya adalah beban sosial yang ditanggung, bukan hanya menjadi beban saat ini, tetapi akan membekas dan berkelanjutan yang pula akan ditanggung oleh generasi selanjutnya. Kasus korupsi di Indonesia menjadi rapor merah bagi pemerintah Indonesia hingga saat ini. Tindak pidana korupsi tidak terjadi hanya pada sektor publik, tetapi juga pada sektor swasta, baik lembaga maupun perusahaan, yang beroperasi pada suatu negara. Mari kita mulai mengambil sampel korupsi proyek E- KTP.
Dilansir melalui laman BBC Indonesia, Setya Novanto didakwa kurungan penjara 16 tahun beserta pencabutan hak politiknya dalam jangka waktu lima tahun, denda Rp 1 Miliar, dan harus mengembalikan uang US $ 7,3 juta. Tak mengejutkan jika penulis memaparkan bahwa tindakan korupsi E-KTP melibatkan banyak pihak. Tidak hanya pihak sebatas pelaku penggelapan dana, tetapi pihak yang menerima kucuran dana E-KTP.
Beralih ke kasus korupsi yang hangat terjadi, kini fokus berubah ke Edhy Prabowo, Menteri Kelautan dan Perikanan, sebagai tersangka kasus suap perizinan ekspor benih lobster atau benur. Beliau ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Banten pada 25 November 2020. Seperti yang penulis paparkan sebelumnya, kasus korupsi melibatkan berbagai pihak. Kerap Edhy merevisi sejumlah aturan yang dibuat oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya, Susi Pudjiastuti. Dilansir dari laman Kompas, regulasi tersebut perlu diulang untuk menyesuaikan aturan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia guna menghilangkan hal-hal yang dapat menghambat keberpihakan pada nelayan dan dụnia usaha. Salah satu regulasi yang diutak-atik oleh Edhy adalah membuka ekspor benih lobster atau benur. Pada masa kepemimpinan Susi Pudjiastuti, muncul Peraturan Menteri Nomor 56 Tahun 2016 yang membahas Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Rajungan dan Kepiting ke luar Indonesia. Edhy menuturkan penuh pertimbangan karena, larangan tersebut merugikan nelayan karena sekitar 13 ribu nelayan melangsungkan hidupnya dengan mencari bibit lobster, sehingga dengan kegiatan ekspor yang dilarang, banyak dari mereka yang tidak bisa makan dan tidak menghasilkan pendapatan.
Dilansir dari Kompas, bahwa sebenarnya aturan yang dibuat oleh Susi Pudjiastuti, sudah sesuai dengan jalur yang diterbitkan oleh Menteri KKP pada periode sebelumnya.
Penulis menerka, benarkah, langkah Edhy Prabowo yang merevisi peraturan Menteri, salah satunya ekspor benih lobster, seakan-akan melancarkan aksi penyelewengan dana? Syahdan, slogan Berani Jujur Hebat! Tak satu pun, namun kasus korupsi juga beriringan, tak ada yang ikut campur seperti budaya yang mendarah daging. Penulis memberi saran untuk mencegah korupsi yang berkepanjangan, salah satunya adalah melakukan budaya malu kepada pihak yang terlibat. Pertanyaan yang penulis lontarkan kepada pembaca, jika kurungan penjara dan denda membuat korupsi nampak sudah menjadi budaya, cara apa yang dapat dilakukan?
Penulis: Rafi Syauqie Arjuna
Editor: Almira Felicia Anjar
Gambar: KalderaNews.com