Proyek pembangunan wisata di Pulau Rinca oleh Pemerintah untuk memperluas sektor pariwisata di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, disebut-sebut mengancam keberlangsungan hidup warisan purba di Indonesia yakni Komodo. Sebuah dokumentasi yang diunggah oleh akun @gregoriusafioma dengan tagar #SaveKomodo menerbitkan tafsir seekor komodo sedang menghadang truk yang membawa alat konstruksi material, yang berakhir pada sorotan khalayak.
Hari Santosa Sungkari, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, kepada IDN Times, Senin (26/10) mengutarakan pembelaannya mengenai pembangunan kawasan tersebut.
“Kita melakukan pembangunan sesuai rekomendasi UNESCO, pada foto yang truk datang ke komodo itu adalah truk mogok, bukan menganggu komodo. Truk tersebut lagi membawa tiang pancang, lagi menata.”
Populasi komodo sebagai berkah atas fauna yang menjadikan Nusa Tenggara Timur sebagai rumah, kini mustahil disebut sebagai berkah jika pemerintah sebagai pemegang kuasa membuka akses kepada swasta dan perusahaan dibawahnya, yang berujung pada efek jera warga lokal dimana mata pencahariannya nahas dirampas.
Kembali menjabarkan pembelaan ditengah kritikkan, dilansir melalui Kompas, Basuki Hadimuljono, Menteri PUPR menyampaikan pembelaannya, “Tujuan utama konsep ini adalah mempromosikan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan dengan mengembangkan potensi yang ada dengan cara berkelanjutan.”
Pulau Rinca, salah satu pulau besar pada ruang lingkup Taman Nasional Komodo. Lokasi tersebut akan dibangun wisata alam dengan luas lahan 400 ribu hektar, terbagi menjadi dua model wisata, yakni sistem massal (dengan biaya yang terjangkau) dan sistem premium (dengan sistem keanggotaan pengunjung). Untuk sistem massal, berada di geopark yang saat ini sedang dikonstruksi di Pulau Rinca. Bagaimana dengan sistem premium? rencananya akan dibangun di kawasan Pulau Komodo dan Padar, dengan bea masuk 1.000 Dolar AS.
Kritik deras muncul dari berbagai macam elemen masyarakat, salah satunya dari Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata (Formapp) Manggarai Barat, telah menyampaikan penolakan secara tegas mengenai pembangunan Taman Nasional Komodo.
Kepada Kompas, (12/2) Aloysius S.K, Ketua Formapp menyampaikan, “Penolakan terhadap pembangunan ini sudah kami sampaikan berkali-kali, termasuk lewat unjuk rasa yang melibatkan lebih seribu anggota masyarakat di Balai Taman Nasional Komodo dan Badan Otoritas Pariwisata, Labuan Bajo, Flores.”
Shana Fatina, Direktur Utama Badan Pelaksana Otoritas Labuan Bajo mendesak bahwa pembangunan tersebut sudah disesuaikan dengan berbagai aturan yang menyangkut zona pemanfaatan, serta telah mengantongi izin lingkungan lolos analisis dampak lingkungan, dikawal oleh KLHK dan UNESCO pada prosesnya.
Salah satu alasan Formapp menolaknya, yakni pembangunan tersebut bertentangan dengan peraturan kawasan konservasi, sebagaimana tercantum pada SK Menteri Kehutanan No. 306/1992. Benang merahnya, pembangunan geopark dengan betonisasi, berpotensi memorak-porandakan kawasan bentang alam.
Penulis: Rafi Syauqie Arjuna
Editor: Amrina Rosyada
Gambar: Gregoriusafioma (Instagram)