Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beberapa pulau yang membentang dari Sabang hingga Merauke, yang mana membuat Negara Indonesia memiliki banyak budaya. Bahkan beberapa daerahnya masih memiliki kebudayaan yang sangat kental. Perkembangan zaman yang semakin maju tentunya juga membuat Indonesia sebagai Negara berkembang harus mengikuti perkembangan zaman yang ada. Dengan mengikuti perkembangan arus globalisasi. Perkembangan yang semakin maju ini tentunya akan membentuk kebudayaan baru atau kebiasaan baru yang akan didapat dari perubahan-perubahan lingkungan yang ada, atau disebut dengan culture shock.
Culture shock atau yang biasa disebut dengan gegar budaya merupakan salah satu permasalahan yang tidak dapat kita hindari jika kita berada pada lingkungan yang berbeda dari biasanya. Menurut Gudykunst dan Kim (2003), culture shock merupakan reaksi yang muncul terhadap situasi di mana individu mengalami keterkejutan dan tekanan karena berada dalam lingkungan yang berbeda, yang menyebabkan terguncangnya konsep diri, identitas kultural dan menimbulkan kecemasan yang tidak beralasan. Sehingga orang-orang yang mengalami hal ini akan mengalami rasa khawatir dengan kebudayaan yang ada, bahkan merasa kebingungan dalam melakukan penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Culture shock ini tentunya akan menjadi permasalahan besar bagi mereka yang tidak mampu melakukan penyesuaian dengan lingkungannya yang baru.
Culture shock ini biasanya terjadi pada para mahasiswa yang melakukan pertukaran pelajar ke luar negeri. Mahasiswa terkadang mengalami kesulitan pada pergaulan, cara berbicara, dan juga makanan yang ada di luar negeri tersebut. Apalagi dengan identitas Negara Indonesia yang mayoritasnya merupakan orang beragama Islam. Hal tersebut tentunya akan menjadi masalah bagi mereka untuk melakukan pertukaran pelajar di suatu Negara yang mayoritas warganya bukan beragama Islam. Seperti contohnya kesulitan untuk mencari makanan atau restoran yang menyediakan makanan yang halal, kemudian juga kesulitan untuk mencari tempat ibadah. Pergaulan yang terkesan lebih bebas tentunya juga menjadi perbedaan budaya antara Negara luar dengan Negara Indonesia, dan tentunya yang paling menjadi momok adalah sex bebas.
Perkembangan new media pada era globalisasi saat ini tentunya akan berhubungan dengan culture shock, di mana suatu kebudayaan masuk dan diadopsi serta dilakukan sehari hari oleh orang-orang yang menerimanya, mengganti kebiasaan-kebiasaan lama menjadi kebudayaan baru. Hal tersebut sama halnya dengan masuk ke lingkungan baru, yang tentunya berbeda dengan lingkungan yang sebelumnya. Pada kondisi tersebutlah, orang akan belajar sesuatu yang baru dan mencoba menerima kebudayaan baru yang ada. Namun, semua itu tergantung pada orang itu sendiri, apakah dia akan menerima dengan baik dan dapat beradaptasi dengan baik pada budaya baru tersebut, Atau hanya akan berjalan di tempat saja dengan kebudayaan yang sama.
Kemajuan dibidang teknologi juga menjadi salah satu penyebab terjadinya gegar budaya seperti contoh mudahnya saja ketika kita sedang berkumpul dengan orang–orang, kita justru terfokus dengan gawai yang kita miliki. Bahkan kebudayaan berkumpul dengan mengobrol sudah jarang ditemukan. Banyak dari mereka yang justru fokus pada kotak kecil di depannya yang disebut smartphone, dan mengacuhkan orang-orang di sekitarnya. Tentu kebiasaan bukanlah hal yang baik, efeknya akan membuat seseorang menjadi lebih kaku ketika berjumpa dengan orang – orang pada kehidupan sosialnya.
Kemudian dengan adanya gawai ini juga membuat seseorang tidak bisa terlepas dengan gawainya, ketika berjalan kita terfokus dengan gawai kita dan melupakan kebudayaan kita untuk saling menyapa dan memberikan senyuman. Seakan-akan perkembangan kebudayaan ini justru membuat sebagian orang menjadi apatis dengan lingkungan sekitar mereka. Kemajuan suatu Negara memang dapat diukur dengan kemajuan teknologinya, akan tetapi kita sebagai manusia berakal harus bisa memfilter kemajuan-kemajuan yang ada. Jangan sampai justru kita dikuasai oleh kemajuan yang justru dapat mengubah kebudayaan yang sudah lama ada.
Penulis : Hanifatul Hasinah Hanan
Editor : Haris Rizky