“Sebagai minuman khas Semarang yang mulai jarang ditemui, kami membawa jamu jun ke lingkungan kampus agar teman-teman bisa merasakan manisnya jamu jun dan dosen pun juga bisa bernostalgia,” ujar Haikel, sang ketua kelompok.
Ketika kita mendengar kata “jamu” pasti akan langsung terbayang rasa pahit nan getir di tenggorokan, bukankah begitu? Mungkin itulah mengapa banyak yang tidak suka jamu. Eitss tunggu dulu, di Semarang ternyata ada lho jamu yang tidak ada pahitnya sama sekali, jamu ini merupakan minuman khas Semarang. Namanya Jamu Jun.
Minuman yang terbuat dari 12 macam rempah bertekstur kental ini sebenarnya berasal dari Demak, pedagang membawanya ke Semarang, hingga akhirnya kini lebih dikenal sebagai minuman khas Semarang. Jun sendiri adalah kendi (gerabah) yang dipakai untuk menampung jamu, menjaga jamu agar tetap panas walaupun tanpa kompor di bawahnya. Itulah yang membuat minuman tradisional ini unik serta menarik perhatian salah satu kelompok untuk mempromosikannya dalam expo “SEMARANGAN” yang berlangsung di taman Gedung H lantai 3 Universitas Dian Nuswantoro pada Jumat (20/12) kemarin.
Ketua kelompok Jamu Jun, Haikel mengatakan bahwa kelompoknya ingin memperkenalkan minuman yang Semarang banget dan ingin memberikan kesempatan kepada dosen-dosen untuk bernostalgia. Untuk menambah atmosfer tradisional, kelompok Jamu Jun juga menyiapkan beberapa ornamen pendukung seperti empon-empon (rempah-rempah) yang ditempatkan di piring rotan, musik keroncong, hingga setiap anggotanya yang memakai kostum batik.
Beberapa pembeli jamu jun mengaku bahwa jamu jun memiliki rasa yang enak, tidak pahit. “Ini enak, ga pahit, terus anget gitu di badan,” aku Nada. Ia pun menyarankan generasi muda untuk mencoba jamu jun, “wah wajib banget sih nyobain, karena ini kan khas Semarang ya, jadi orang Semarang kudu nyoba.” Lain halnya dengan Adhwa yang justru membeberkan manfaat jamu jun, “jamu jun cocok deh buat aku yang lagi radang dan ga enak badan, bikin anget apalagi ada jahenya,” ujarnya.
Selain jamu jun, expo yang berlangsung hanya satu hari tersebut juga berisi stand-stand yang mempromosikan hal-hal khas Semarang, baik itu kuliner, transportasi, kain, maupun wisata.
Penulis: Lydia Desi Christina Wati
Fotografer: Shaffira Rizky Aulia