Pernikahan anak di bawah umur saat ini masih terus terjadi, Indonesia sendiri menduduki peringkat ke 7 berdasarkan data United Nations Children’s Fund (UNICEF). Tingginya angka perkawinan anak di Indonesia haruslah disikapi tegas oleh pemerintah dan melakukan segala pencegahan agar tidak ada lagi pernikahan anak di bawah umur.
Pada Kamis 5 Desember 2019 pemerintah Kota Semarang dan Jateng Pos serta bekerja sama dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia mengadakan Dialog Publik Pencegahan Perkawinan Usia Anak yang bertempat di MG Setos Hotel Semarang.
Pada dialog ini diisi oleh pemateri dari berbagai bidang, Dra. Retno Sudewi,APT,M.Si Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah, dari bidang kesehatan anak dr. Setya Dipayana Sp.A dan Pakar Gender dan Kebijakan Publik Guru Besar Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti, acara ini juga dihadiri oleh Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu.
Pernikahan Anak sendiri merupakan pernikahan yang terjadi sebelum anak berusia 18 tahun baik perempuan ataupun laki-laki, namun kebanyakan adalah anak prempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun atau usia yang belum memiliki kematangan fisik, fisiologis, dan psikologis untuk merawat pernikahan dan merawat bayinya. Resiko kematian bayi yang dilahirkan oleh perempuan yang masih di bawah umur juga 2 kali lipat lebih tinggi bahkan resiko terkena HIV sangat mungkin terjadi.
Menurut Ismi Dwi Astuti Nurhaeni “Pernikahan anak yang masih tinggi ini dipicu oleh beberapa faktor-faktor diantaranya, tingkat pendidikan yang ada di masyarakat itu, kemiskinan, budaya, dan kecelakan. Padahal pernikahan anak ini sangat berbahaya dan menimbulkan resiko kesehatan dan psikologi bagi perempuan yang menikah di bawah umur. Oleh karena itu peran keluarga, masyarakat, dan negara sangat diperlukan.
dr. Setya Dipaya Sp.A menjelaskan “kesehatan reproduksi dan kehamilan pada usia anak merupakan belum siap-nya organ reproduksi dalam menerima kehamilan, dan tidak hanya itu kesehatan dan tumbuh kembang anak dari pernikahan usia dini sangat beresiko dikarenakan belum siapnya ibu dalam merawat anaknya dan kuranya pengetahuan mengenai cara mendidik dan merawat anak, Kurangnya pendidikan mengenai seks education ini juga dapat memicu peningkatan pernikahan usia anak”, Jelasnya.
Pengetahuan seks eduation di masyarakat saat ini masih dianggap sangat tabu, sebenarnya pengetahuan mengenai seks education sangatlah diperlukan sejak dini. Sejak SD pendidikan seks education sudah diberikan, tapi tidak begitu vulgar, apalagi saat ini teknologi sudah berkembang semua anak bisa menggunakan handphone, kementrian dinas pemberdayaan perempuan bersama-sama dengan dinas-dinas provinsi maupun kota dan dinas pendidikan bersinergi bersama memberikan pengetahuan mengenai pendidikan seks diharapkan dengan adanya pengetahuan seks mereka tau dan akibat yang akan terjadi. Tambahnya.
Perkembangan media yang terus berkembang, dan banyaknya akun-akun kampanye yang menolak untuk berpacaran dan menyarakan untuk menikah langsung dapat memicu pernikahan anak yang semakin tinggi. Menurut dr.Setya Dipaya Sp.A menanggapi akun-akun yang dapat menginfluencer masyarakat terutama anak-anak mengenai pernikahan kita sebaiknya tidak boleh takut untuk memberikan informasi-informasi mengenai segala resiko yang akan didapatkan jika usia belum siap untuk menikah dan memiliki anak, meskipun pengikut kita di media sosial sedikit tetapi kita tidak boleh takut akan ancaman yang diberikan terhadap kita, meskipun followers kita sedikit kita memberikan informasi yang sangat bermanfaat dan dapat menginfluncer orang-orang yang ada disekitar kita yang nantinya diharapkan dapat diperluaskan juga. harapnya.
Penulis : Ummi Aini Daneswari
Fotografer : Ummi Aini Daneswari
Editor : Amrina Rosyada