Trump dan Kebijakan Muslim Ban
Oleh: Muhammad Abdul Malik
Muslim Ban
Ketika Donald Trump, presiden AS, sadar mendapat kecaman keras atas kebijakannya yang melarang tujuh warga negara mayoritas Islam (Suriah, Irak, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman), Ia dalam wawancaranya kepada The Hill mengatakan: “Supaya jelas, aturan ini bukan larangan terhadap muslim seperti yang dilaporkan media.”
Trump berdalih bahwa ada 40 negara mayoritas Islam didunia yang tidak masuk dalam kebjakan ini. Kebijakan ini juga mencakup larangan selama 120 hari bagi pengungsi dari Suriah. Ia juga mengatakan akan memberi visa bagi ketujuh warga negara diatas jika keamanan membaik selama 90 hari terhitung sejak 27 Januari 2017.
Namun, pernyataan berbeda dilontarkan oleh orang dekat Trump sekaligus mantan walikota New York, Rudy W. Giuliani. Giuliani mengatakan kepada Fox News, bahwa Trump memang benar-benar akan melarang warga dari tujuh negara itu dan Trump memintanya untuk membentuk komisi yang dapat menyusun aturan itu supaya benar dimata hukum. Fokus aturan ini, kata Giuliani, adalah tidak melarang seseorang memasuki AS berdasarkan agama yang dianutnya, melainkan suatu wilayah yang sering menghasilkan teroris.
Perspektif Penulis: Kebijakan Tak Tepat Sasaran
Kebijakan Trump tersebut diatas, secara tidak langsung memperlihatkan ketakutan Trump terhadap muslim dan kekhawatiran Trump terhadap keamanan AS. Sebenarnya tujuan pelarangan itu menurut Trump adalah untuk melindungi AS dari aksi teroris. Tujan yang sangat mulia. Namun mengapa Trump hanya melarang negara-negara mayoritas Islam? Ia menyimpulkan dari aksi-aksi teroris, bahwa Islam merupakan agama teroris. Ini sama sekali tidak benar. Trump menggenelarisasi umat muslim bahwa mereka berpotensi menjadi teroris. Sikap ini bergitu diskriminatif. Aksi teroris yang terjadi telah memperburuk citra Islam dimata dunia. Mereka, para teroris, mengatasnamakan Islam dan berteriak “Allahu Akbar” setiap kali melakukan pengeboman, membunuh orang tak bersalah, dan menghancurkan situs arkeologis yang tak tergantikan, padahal Islam tidak mengajarkan mereka melakukan aksi-aksi keji tersebut. Trump semestinya, mengingat AS merupakan negara berpaham sekuler, tidak memandang seseorang untuk memasuki negaranya berdasarkan agama. Langkah terbaik, Ia seharusnya memerangi objek ketimbang subjek. Artinya, Ia bersama militer AS seharusnya mengerahkan segala kekuatannya untuk memerangi aksi-aksi teroris (objek) daripada melarang muslim (subjek) untuk memasuki negaranya. Ini sama halnya seperti konsep yang ditujukan untuk memberi motivasi kepada penderita HIV AIDS yakni jangan jauhi orangnya namun penyebabnya. Salah satu penyebab AS dituju oleh teroris adalah kebijakan luar negerinya yang justru menyengsarakan warga negara lain. Amerika Serikat dengan segala kehebatannya, mampu mempengaruhi kebijakan dalam negeri negara lain dalam bentuk intervensi yang hanya ditujukan untuk kepentingan AS sendiri. Sebagai contoh intervensi AS di Timur Tengah adalah Perang Teluk I pada tahun 1980-1988 antara Irak dan Iran. Persilisihan tersebut merupakan peluag empuk bagi AS untuk melakukan intervensi. Intervensi tersebut bertujuan agar pasokan minyak untuk AS tidak tersendat sehingga industri di AS terus berjalan dan agar senjata produksi AS tetap laku ditengah perang yang sedang berkecamuk. Bagi pihak-pihak yang sadar bahwa AS memanfaatkan situasi buruk ini —Kesempatan dalam kesempitan, lantas memicu sentimen buruk terhadap AS. Salah satu pemicu tersebut menyebabkan AS menjadi tujuan para teroris. Seharusnya kebijakan luar negeri AS tidak mengintervensi kebijakan dalam negeri dari negara-negara yang dilarang itu khususnya, dan negara lain pada umumnya. Ini sebagai tindakan preventif agar warga negara yang dilarang itu atau warga negara lain tidak benci terhadap AS sehigga tidak melakukan aksi-aksi terorisme di AS.
Langkah yang Tepat
Kebijakan Muslim Ban oleh Trump mendapat banyak tolakan. Aksi demo terjadi dijalanan dan gedung-gedung pemerintahan. Aksi menolak kebijakan itu bahkan didukung oleh Jaksa Agung dibeberapa negara bagian.
Seorang hakim federal, James Robart, sebagaimana dikutip dari Liputan6.com, menghentikan sementara penerapan kebijakan itu. Tak hanya itu, keputusan hakim dinegara bagian Seattle, Washington, Boston, Massachusetts, juga menolak kebijakan Trump itu.
Informasi terbaru yang dihimpun dari KontanMobile.com, pengadilan banding AS menolak pemberlakuan kebijakan tersebut diatas. Dengan demikian, hakim memperbolehkan para pelancong dari ketujuh negara itu untuk masuk ke AS. Menanggapi hal ini, Trump kembali menuliskan tweet. “Sampai jumpa di pengadilan, keamanan negara kita dipertaruhkan!” tulisnya.