Secangkir Kopi
(Bersama Rintikan Hujan)
Oleh Muhammad Abdul Malik
Kopi dalam sebuah History
Kopi dalam sejarahnya (History) pertama kali ditanam oleh orang Ethiopia pada abad ke-9. Konon ceritanya, sebelum kopi diolah untuk dijadikan minuman, ada seorang penggembala kambing dari Ethiopia. Ia membiarkan kambing-kambingnya memakan buah kopi. Setelah memakan buah kopi, Ia memperhatikan bahwa kambingnya energik hingga tengah malam. Ia lantas menceritakan peristiwa itu kepada biarawan. Para biarawan lalu mencoba buah kopi itu tetapi karena rasanya yang pahit, buah kopi itu pun dilemparkannya ke api. Tidak disangka kopi yang dibakar memunculkan aroma yang sedap, sehingga mereka pun mencoba membuat minuman dari biji kopi yang terbakar. Ternyata mereka juga merasakan tubunya merasa energik hingga tengah malam. Rahasia tentang minuman kopi tersebut kemudian menyebar. Hingga pada akhirnya, pada adab ke-11 kopi menyebar ke kawasan Arab.
Asal muasal nama Kopi sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu “qahwah”, yang dalam bahasa Turki diturunkan menjadi “kahveh”. Kata “kahveh” ini kemudian diserap menjadi koffie (bahasa Belanda), coffe (Inggris), dan diserap Bahasa Indonesia menjadi Kopi. Pada awalnya budaya meminum kopi berkembang dinegara-negara berpenduduk muslim, karena seorang muslim dilarang meminum alkohol. Pada 1414 kopi telah dikenal di Mekkah, yang merupakan tempat tujuan orang-orang muslim di seluruh dunia untuk menuaikan ibadah haji ataupun umroh. Jemaah dari berbagai dunia yang berdatangan ke Mekkah mencoba untuk mencicipi kopi, lantas tertarik dan kemudian membawa dan memperkenalkan kopi ke negaranya. Hal tersebut berpengaruh terhadap penyebaran kopi. Diabad 17 kopi sudah mencapai daratan eropa. Kopi panas sangat digemari masyarakat Eropa untuk menghangatkan badan karena cucacanya yang dingin.
Kolonialisme dan Imperealisme negara-negara Eropa pada negara-negara jajahan, termasuk Indonesia yang dijajah Belanda kala itu juga turut menyebarkan kopi. Sejarah mencatat kopi jenis Arabica pertama kali masuk ke Indonesia pada 1696 dibawa oleh Komandan Pasukan Belanda Adrian Van Ommen. Ommen membawa kopi dari Malabar-India, kemudian masuk ke Indonesia melalui Batavia (sekarang Jakarta) untuk ditanam dan dikembangkan ditempat yang sekarang dikenal dengan Pondok Kopi, Jakarta Timur. Karena dilanda banjir kala itu, tanaman kopi pun rusak dan mati. Maka pada 1699 didatangkan bibit-bibit kopi baru, yang kemudian berkembang di sekitar Jakarta dan Jawa Barat hingga pada akhirnya menyebar ke berbagai kepulauan Indonesia yang meliputi Sumatra, Bali, Sulawesi dan daerah Indonesia bagian timur.
Ekspor kopi jenis Arabica di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1711 oleh VOC. Pangsa pasar ekspor kala itu meliputi negara-negara Eropa. Tapi kemudian perkembangan budidaya kopi jenis Arabika di Indonesia mengalami kemunduran hebat dikarenakan penyakit karat daun (Hemileia Vastatrix). Untuk mengatasi serangan hama karat daun, pemerintah Belanda mendatangkan Kopi Liberica ke Indonesia pada 1875. Namun jenis kopi tersebut juga mudah diserang penyakit karat daun dan rasanya terlalu asam.
Lantas pemerintah Belanda mendatangkan kopi jenis baru ke Indonesia yakni jenis Robusta pada tahun 1900. Kopi jenis ini ternyata tahan penyakit karat daun dan pemeliharaan tanaman yang ringan. Semenjak penjajahan Belanda di Indonesia berakhir, perkebunan kopi yang dulunya dikuasai Belanda jatuh ketangan Indonesia. Hingga sekarang perkebunan kopi masih dapat kita dijumpai diberbagai daerah Indonesia. Umumnya perkebunan kopi di Indonesia dimiliki oleh tuan tanah (kaum borjuis) lokal. Pada tahun 2014, sebagaimana dikutip IndonesiaInvesment.com, Indonesia berada diposisi ke-4 produsen dan eksportir kopi terbesar sedunia. Konsumsi domestik kopi di Indonesia, juga dikutip dari IndonesiaInvesment.com, pada tahun 2014 mencapai 4.167.000 bungkus ukuran 60 kilogram.
Kopi dalam Perspektif Ekonomi
Dalam teori ekonomi, benda-benda yag dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan manusia disebut Barang. Untuk menyederhanakan dan menjelaskan secara rinci suatu Barang, teori ekonomi telah membagi sebuah Barang menjadi beberapa jenis. Berdasarkan tingkat kepentingan/prioritas misalnya, suatu barang dapat dibagi menjadi Barang Primer, Barang Sekunder dan Barang Tersier. Berdasarkan tingkat prioritas diatas, secangkir kopi dapat digolongkan dalam Barang Sekunder. Secangkir kopi dapat dinikmati setelah seseorang memenuhi kebutuhan primernya, misalnya setelah makan. Seperti kebiasaan masyarakat Perancis yang setelah makan akan meminum kopi. Maka tidak heran, kedai kopi ala perancis, Kafe, banyak bertebaran di negara yang terkenal dengan menara Eiffelnya ini.
Kebiasaan meminum kopi bukan hanya pada masyarakat Perancis namun pada masyarakat dunia lainnya. Indonesia misalnya, banyak sekali kafe yang mudah kita temui, seiring berkembangnya trend “Ngopi” akhir-akhir ini. Secangkir kopi juga dapat ditelaah melalui pembagian barang berdasarkan hubungan dengan barang lain. Berdasarkan Hubungan dengan Barang lain, sebuah barang dapat disebut Barang Komplementer (Barang Pelengkap) dan Barang Subtitusi (Barang Pengganti). Barang Komplementer (Barang Pelengkap) adalah barang yang mempunyai nilai lebih jika barang tersebut dikombinasikan dengan barang lain. Sebagai contoh antara kopi dengan gula. Gula disini sebagai barang komplementer (barang pelengkap) dengan kopi. Kopi tanpa gula, menurut masyarakat umum, rasanya kurang enak. Namun trend sekarang sedikit berubah.
Akhir-akhir ini, hidup sehat sedang nge-trend. Gula dapat menyebabkan obesitas, diabetes meilitus dan penyakit lainnya sehingga kopi tanpa gula, walaupun rasanya pahit, sangat digemari oleh mereka yang hidup lebih sehat. Sedangkan Barang Subtitusi (Barang Pengganti) adalah barang yang fungsinya dapat digantikan oleh barang lain. Sebagai contoh antara teh dengan kopi. Jika dilihat dari fungsinya, teh dengan kopi sama-sama minuman yang dapat memberikan kenikmatan. Apabila seseorang yang tidak menyukai kopi, dapat mengganti/meminum teh. Jika seseorag tidak menyukai teh, dapat mengganti/meminum kopi.
Walaupun demikian, kopi adalah kopi, dan teh tetap teh. Bagi masing-masing penggemar, keduanya memiliki sensasi tersendiri. Secangkir kopi, sebagai barang, memiliki Nilai Guna (manfaat). Nilai Guna adalah kemampuan atau daya suatu barang/jasa dalam memenuhi kebutuhan atau kepuasan manusia. Seseorang memberi nilai terhadap Smartphone misalnya, karena smartphone dapat mempersingkat waktu komunikasi dan dapat menghubungkan seseorang tanpa terhalang jarak dan waktu. Demikian juga terhadap kopi, bagi penggemar kopi, kopi dapat memberikan sebuah kenikmatan, kepuasan, kehangatan dan sensasi tersendiri sehingga nilai kopi dimata penggemarnya sangat tinggi.
Nilai suatu barang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Nilai Pakai (Value In Use) dan Nilai Tukar (Value In Exchange). Nilai Pakai adalah nilai yang diberikan kepada suatu benda (barang/jasa) karena benda tersebut dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan manusia. Nilai pakai terdiri dari Nilai Pakai Subjektif dan Nilai Pakai Objektif. Nilai pakai subjektif artinya benda tersebut dapat memenuhi kebutuhan atau kepuasan secara khusus. Sebagai contoh secangkir kopi memiliki nilai pakai subjektif yang tinggi bagi penggemar kopi daripada penggemar teh. Sedangkan nilai pakai objektif artinya benda yang dapat memenuhi kebutuhan manusia secara umum (kegunaan/utilitas).
Sebagai contoh secangkir kopi memiliki nilai tukar objektif untuk mengatasi dahaga. Sementara itu, Nilai Tukar adalah kemampuan suatu barang untuk dapat ditukarkan dengan barang lain dipasar. Nilai tukar terdiri dari nilai tukar objektif dan nilai tukar subjektif. Nilai tukar objektif artinya suatu benda dapat ditukar dengan uang atau benda yang memenuhi syarat sebagai uang. Secangkir kopi dapat kita nikmati dengan mengeluarkan sejumlah uang tertentu, dengan demikian kopi memiliki nilai tukar objektif. Sedangkan nilai tukar subjektif berarti suatu benda dapat ditukar dengan benda lain berdasarkan pendapat seseorang sehingga nilai tersebut antar satu orang dengan yang lain berbeda. Sebagai contoh, bagi penggemar kopi, kopi luwak adalah kopi yang termahal di dunia. Untuk membeli kopi luwak seberat 500 gram, sesorang harus merogoh dompetnya sebesar Rp. 2,08 juta. Namun bagi seseorang yang tidak menggemari kopi, harga kopi luwak, misalnya dikira Rp. 10.000 dan kopi luwak tersebut disamakan dengan kopi berharga murah lainnya.
Secangkir kopi bukan hanya berkisah mengenai dari mana kopi berasal dan kemana kopi menancapkan pengaruh dan aroma rasanya. Secangkir kopi dapat memberikan kita sebuah kehangatan, dan kenikmatan, hingga kepuasan.
Kopi, dia pahit tapi tidak menyakitkan. Hitam tapi tidak menyesatkan. Panas tapi tidak membakar tenggorokan.
Dan aku terbuyar dalam lamunan. “Temani sepi dan malam dinginku…” (bisikku sembari menyeruput secangkir kopi).