Brownies Untuk Raka (Part I)
Revita Arifin
“ Waa gimana nih? Brownies nya gosong! “ pekik Nandia sambil mengeluarkan brownies yang sudah menghitam. Ibunya hanya geleng-geleng kepala.
“ Ini udah kelima kali kamu bikin brownies, Nan. Tapi, gosong terus! Gimana, sih? Makanya jadi cewek itu rajinan didapur dikit.”, omel Mama. Nandia tetap keukeuh untuk membuat brownies lagi. Sebenarnya, brownies ini untuk orang yang spesial baginya. Tapi, dia tidak berani ngasih tahu Mama.
“ Mama, nih. Harusnya doain anaknya dong.”, sungut Nandia.
“ Dari tadi mama mau bantuin. Tapi, kamunya gak mau. Sebenarnya, buat siapa, sih, browniesnya?”
“ Buat temen. Si Vania.”, bohong Nandia menyebut nama sahabat karibnya. Padahal sih buat cowok yang sedang dekat dengannya.
Setelah beberapa jam membuat brownies, akhirnya brownies keenam buatan Nandia selesai juga. Saking senangnya, dia memotong kue brownies dengan cetakan berbentuk hati dan menaruh cream serta buah ceri diatasnya.
“ Ah, akhirnya, kelar juga bikin brownies.”, seru Nandia. Dia mengeluarkan telepon dari kantongnya. Diketiknya nama Vania disana.
Tuuuuuuttt.. tuuuuuutt
“ Halo.” Jawab suara diujung sana.
“ Van, aku jemput kamu sekarang. Temenin aku kesekolah, ya?”
“ Buat apa?”
“ Browniesnya, Van. Buat diaa.. Cepet siap-siap sana.”, kata Nandia sambil segera menutup teleponnya. Dengan langkah ceria, dia masukkan brownies berbentuk hati itu kedalam kotak makan warna pink yang sudah dihiasi berbagai hiasan kue cantik.
****
Nandia sibuk mengutak-atik handphonenya. Wajahnya terlihat gelisah. Berbeda 180 derajat dari wajahnya dirumah. Sama halnya dengan Nandia, wajah Vania juga ditekuk berlipat-lipat. Menunggu seseorang yang tidak kunjung datang.
“ Mana, sih, orangnya? Kamu telpon, gih”, saran Vania. Dia melirik kearah Nandia . Kesal.
“ Handphonenya gak aktif. Gimana, nih. Aku sudah susah-susah bikinin Raka brownies. Masa harus gagal?”, Nandia merengek-rengek. Vania menatapnya heran.
Kesambet apa nih anak? Sampai sesayang itu sama si Raka, pikir Vania.
“Yaudah gimana kalau kita kerumahnya langsung. Rumahnya dekat sini, aja, kan?”, tanya Vania. Nandia tertegun. Selama ini dia tidak pernah pergi kerumah Raka. Sekalipun hanya mengantar buku yang dipinjamnya.
“ Apa? Apa? Tapi,.. gimana kalau gak dibukain pintu?”, Nandia mengeluh.
Vania mengeluarkan hapenya sendiri dan mengetik nomer Raka. “MASUK !!! Tersambung, Nan !“, teriak Vania mengagetkan Nandia. Nandia hanya tersenyum-senyum senang. Tapi, dibiarkannya Vania berbicara dengan Raka.
“Ayo, Nan. Kita kerumah Raka sekarang. Dia udah setuju, tuh.”, kata Vania setelah menutup pembicaraan ditelpon. Dengan langkah yang kembali ceria, Nandia berjalan ke arah parkiran motornya .
****
Namun , sesampainya didepan rumah Raka. Semua hal berbeda dengan yang diharapkan. Rumah Raka tertutup rapat. Kegelisahan kembali muncul diwajah Nandia. Menyadari itu, Vania mengambil handphonenya dan kembali menghubungi Raka.
Nandia tahu telepon itu tersambung, tapi dia tidak mau bertanya lebih jauh kepada Vania. Karena dilihatnya Vania merengut kesal setelah berbicara dengan Raka.
“ Kenapa, Van?”, tanya Nandia gelisah
“ Raka masih dirumah temennya. Dia suruh kita nunggu. Katanya, sih, kita kelamaan datang kerumahnya.”
“ Yaah, yaudah deh. Kita tunggu Raka.” jawab Nandia. Walaupun sedikit sedih, nandia tetap berharap Raka akan datang. Mencoba brownies pertama yang dibuatnya. Brownies yang dibuatnya dengan penuh cinta.
Satu jam, dua jam, Nandia dan Vania terus menunggu. Nandia terus menatap jalanan. Berharap Raka segera datang. Namun, entah apa yang terjadi, Raka tidak juga datang. Sedangkan Vania yang sudah mulai kesal mulai meminta untuk pulang.
“ Apa, sih, yang kamu tunggu? Mungkin si Raka bohong ! Buat apa, sih, kamu kesemsem sama cowok kayak gitu?”, Vania mulai ngomel. Dia sudah berkali-kali menelpon Raka, Tapi selalu di reject.
“Bentar ya Van,, tungguin bentar lagi.”, kesedihan mulai terlihat di wajahnya.
Beberapa menit Vania masih sabar menunggu. Sebenarnya ia sudah mulai muak dengan kisah cinta kedua anak SMA yang labil. Seperti kisah cinta Romeo dan Julie, bahkan lebih di dramatisir lagi.
Senja sudah mulai datang, beberapa masjid sudah mulai menujukan bahwa waktu magrib akan segera tiba. Kali ini Nandia yang mulai muak, setitik air menetes dari wajahnya. Vania yang melihat mulai panik.
“Pulang yuk,”, pinta Nandia sambil mengelap pipinya. Kotak brownies masih digrnggamnya kuat.
“Tapi browniesnya gimana? Kan kamu udah capek-capek bikin”, suara Vania terdengar gelisah.
“Bawa pulang aja, buang kalo perlu !”, nada suaranya sudah mulai meninggi, suaranya serak.
Vania mendekati sahabatnya, pelan-pelan ia memeluk sahabatnya, “Gimana kalo kita taruh di depan rumahnya?”, kali ini Vania mencoba menenangkan gadis di sampingnya.
”Terserah ! Aku gak mau tau lagi”
Mereka pulang dengan segenap rasa kecewa, sedih. Nandia, meneteskan air mata beberapa kali. Lain halnya dengan itu, ternyata Raka pulang dengan hati gembira sebelum akhirnya ia melihat kotak makanan didepan pintu rumahnya. Ia baru ingat, seharusnya ia pulang cepat untuk bertemu Nandia. Sekarang hanya brownies itu yang dia temukan. Brownies yang manis,tapi meninggalkan rasa pahit tersendiri dihati Nandia. Raka tertegun, apa yang harus diperbuatnya?
Bersambung…………….
..