Langit cerah dan suasana pagi yang hangat menyambut kehadiran kami dan sekelompok orang-orang kreatif yang menamakan dirinya “Orart Oret”. Udara segar yang tak biasa ada di kota besar layaknya Semarang memberi energi positif sendiri bagi kami sebelum melakukan aktifitas seni di sekitar Jl. Garuda, area kota lama Semarang.
Hari menjelang siang, matahari pun semakin memancarkan kehangatan. Menjadikan suasana antar seniman dan penikmatnya semakin hangat. Perlahan mereka mulai menyiapkan properti yang menjadi sahabat ketika hendak menuangkan imajinasi dalam sebuah karya seni. Ada yang berkutat dengan peralatan gambar seperti pensil, kanvas, dan cat. Adapula yang sibuk dengan lensa kameranya. Ada juga yang mempersiapkan properti guna mendukung aksi drama yang akan disuguhkan. Ya, seniman yang hadir memang tidak hanya di bidang lukis. Hal itu sesuai dengan konsep didirikannya Orart Oret yang disebut “Guyub Art” yakni menghadirkan suasana akrab antar komunitas seni yang bertujuan supaya diantara mereka bisa saling mengenal. Di sisi lain, meskipun idealisme seni mereka berbeda-beda, namun rasa respect antar anggota tetap terjaga.
Tak terasa hari sudah mulai siang, obrolan kami dengan sang penggagas Orart Oret yakni Dadang Pribadi juga semakin intensif. Pria berkacamata ini dengan santai menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan. Berbicara mengenai keuntungan, sebenarnya komunitas yang didirikannya bukanlah untuk komersil dalam arti menjual karya-karya para seniman. Akan tetapi, Dadang lebih menekankan pada keuntungan secara emosional, dalam arti mereka dapat saling mengapresiasi karya seniman lain maupun kegiatan seni yang diadakan oleh komunitas lain.
Satu demi satu hasil lukisan yang berbuah dari kretifitas seniman mulai diperlihatkan. Memanfaatkan beberapa kayu untuk dijadikan tempat pajangan, para penikmat seni yang hadirpun merasa terpukau dengan hasil karya mereka. Saat diamati lebih jelas, ada yang berbeda dengan lukisan-lukisan pada umumnya, yang menonjol adalah media yang digunakan. Mereka memanfaatkan beberapa barang bekas seperti pita kaset. Adapula yang menyulap batu yang notabene merupakan benda mati seolah-olah menjadi bernyawa dengan membuat pola seperti wajah pada batu tersebut. Rutinitas Orart Oret yang setiap dua minggu sekali “ngelapak” memang tak menyulitkan seniman-seniman ini untuk mendapatkan barang-barang bekas dan saling berbagi ide.
Dadang, dengan ciri khasnya yakni menguncir rambut ke belakang juga tak ragu menyampaikan apa yang belum dicapainya dengan komunitas yang telah didirikannya sejak 26 September 2010 lalu, yakni membuat sebuah kegiatan yang bertajuk “art gaming” secara rutin. Di mana melalui kegiatan itu teman-teman seniman dapat saling tukar pengalaman, terlebih dapat mempererat keakraban antar komunitas.
Di akhir pembicaraan, Dadang juga tak lupa memberikan “wejangan” terhadap para pemuda, terutama mahasiswa untuk tetap berkarya, meskipun karya yang dihasilkan belum bisa dikatakan baik. “Tetap berkarya walaupun belum bagus, mengapresiasi karya orang lain. Yang sudah bagus tidak perlu sombong, yang belum bagus tidak perlu minder.” Pungkas Dadang Pribadi.